BAB
I
Pendahuluan
A.
Latar Belakang
Kualitas kehidupan masyarakat di
negara-negara maju yaitu ditandai dengan tingginya kualitas kesehatan,
pendidikan dan ekonomi bukan sesuatu yang dengan mudah mereka dapatkan. Banyak
dari negara-negara tersebut negara yang miskin dari sumber daya alam, wilayah
yang sempit dan rawan bencana. Sedangkan Indonesia sebagai negara muslim
terbesar yang usianya jauh lebih tua dari singapura dan New Zealand dengan
keakayaan alam yang melimpah masih berkutat sebagai negara yang berkembang,
demikian pula dengan negara-negara muslim lainnya.
Kemakmuran yang dirasakan warga di
negara maju seharusnya dimiliki ummat Islam, karena Islam merupakan agama yang
paling mendukung kemajuan ummatnya. Tetapi
realita sebalikya, kita lebih banyak teringgal dari negara-negara non
Muslim di berbagai bidang.
Islam datang ke Nusantara adalah
Islam yang menjunjung tinggi tawasuth, berfikir moderat dan damai, sudah
saatnya Islam tidak terbelit dalam pertikaian di ranah furuiyyah-khilafiyyah
dengan label syirik dan bid’ah. Dengan tidak adanya petentangan
di tubuh Islam, maka Islam akan maju dan mampu bersaing dalam berbagai bidang.[1]
Sebenarnya Islam sudah memberikan penghargaan yang begitu besar kepada ilmu,
sebagaimana telah diketahui Nabi Muhammad Saw.ketika diutus sebagai rasul,
hidup dalam masyarakat yang terbelakang. Kemudian Islam datang menawarkan
cahaya penerang yang mengubah masyarakat Arab jahiliyyah menjadi masyarakat
yang berilmu dan beradab.
Ummat Islam setelah penaklukan dan
perluasan wilayah yang monumental di era Dinasti Umayyah, mulai memasuki masa
perkembangan IPTEK di era Dinasti Abbasiyyah ( abad ke-9 sampai abad ke-13),
yang mencampai puncaknya pada masa
khlaifah Harun Ar-Rasyid ( 786-809 ) dan putarnya, Al-Ma’mun ( 813-833). Harun
Ar- Rasyid memanfaatkan kekayaan yang berlimpah sebagai hasil dari
kemajuan politik dan ekonomi untuk
keperluan sosial, rumah sakit, lembaga pendidkan, dokter dan farmasi didirikan.
Sehingga tingkat kesejahteraan masyarakatnya pada zaman keemasanya. Pada masa
inilah Negara Islam menempatkan dirianya sebagai negara terkuat di dunia dan
tidak tertandingi.
Lalu pada masa Al-Ma’mun
penerjemahan buku-buku asing digalakan, ia banyak mendirikan sekolah, salah
satu karya besarnya pembangunan Baitu
al Hikmah yang merupakan pusat penerjemahan sekaligus peguruan tinggi dan perpustakaan terbesar, sebagai cikal
bakal universitas pada masa sekarang. Pada masanya Baghdad mulai menjadi pusat
kebudayaan dan ilmu pengetahuan.[2]
Kemajuan dan kecemerlangan peradaban
ummat Islam kemudian dirasakan oleh bangsa dan penganut agama lain. Dari
wilayah, Asia, Afrika, dan Eropa
berdatangan penganut Islam, Yahudi, Kristen, Majusi, Budha dan lainya
untuk menimba ilmu penegetahuan atau
melakukan hubungan ekonomi atau sekedar melancong untuk merasakan dan menikmati
atmosfir kemajuan peradaban Islam.
Kemajuan tersebut merupakan hasil
kerja keras dengan memaksimalkan segala potensi yang dimiliki. Penguasa
proaktif menciptakan keamanan dan mempasilitasi kebutuhan riset dan pendidikan,
ilmuan bergiat menciptakan penemuan baru di bidang IPTEK, rakyat bergairah
dalam usaha dan menuntut ilmu, semuanya berlomba menjadi bagian dari kemajuan
zamannya.
Melihat bahwa kerja adalah kewajiban
setiap muslim, dengan bekerja setiap muslim akan mengaktualisasikan
kemuslimanya sebagai manusia. Mendapatkan status khalfah fil Ardi tentu
berat dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Jika muslim sebagai khalifah
fil ardi mampu mengaktualisasikan maka ia sudah melakukakn ibadah dan
merupakan kegiatan jihad fi sabililllah.[3] Namun saat ini manusia masih terlena akan
kehidupan duniawi, status yang dimiliki ummat muslim tidak mampu memberikan
pemberdayaan terhadap anugerah yang Allah berikan.
Sebagaimana
firman Allah dalam Qs. Al Ankabut: 69
z`Ï%©!$#ur
(#rßyg»y_
$uZÏù
öNåk¨]tÏöks]s9
$uZn=ç7ß
4
¨bÎ)ur
©!$#
yìyJs9
tûüÏZÅ¡ósßJø9$#
ÇÏÒÈ
Artinya : Dan orang-orang yang
berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan
kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta
orang-orang yang berbuat baik.[4]
Alqur’an menegaskan bagaimana kita
tidak boleh menggantungkan kebahagiaan pada benda-benda (materil), dengan kata
lain sebagai muslim harus berikhtiyar mengahadap kepada Allah swt,[5]
dengan berikhtiar maka setiap apa yang kita kerjakan akan mendapatkan
kebahagiaan pula.
Problem yang dirasakan oleh
negeri-negeri Islam ialah belum bisa mengatakan bahwa Islam telah dikuasaai
oleh ilmu pengetahuan dan teknologi, hal ini tentu sebagai muslim harus bisa
menafsirkan kembali etos kerja yang sesuai anjuran Rasulullah SAW melalui
Alqura’an dan haditsnya.[6]
Alquran dan hadits menjelaskan bahwa dalam setiap apa yang kita kerjakan,
harus memililki niat yang tulus,
menladani akhlak yang disampaikan
Rasulullah Saw, serta bertawakkal kepada Allah Swt, disamping itu dalam bekerja
harus memiliki strategi-strategi sebagaimana yang dicontohkan Rasul-Nya.[7]
Sebagai khalifah fil Ardhi ummat
Islam harus bisa meluruskan hukum-hukum di bumi dan menegakan perintah
tanpa merusak apa yang ada dibumi serta memberikan kemashlahatan bagi seluruh
ummat manusia.[8]
Tugass terpenting dari kewajiban
terpenting selain itu ialah menegakan kebenaran dan menguassai hawa
nafsu.[9]
Ketika seorang diberi kedudukan , kekuasaan atau wewenang, maka pertama kali haruslah
berusaha menegakan kebenaran dan keadilan , tidak berlaku kejam dan
sewenang-wenang. Hal ini merupakan peringatan kepada manusia sebagai khalifah
untuk senantiasa berhati-hati dalam setiap tindakan yang akan di lakukan.[10]
Masyarakat yang belum memliki sifa
ideal, tentu sangat sulit untuk mengaplikasikan didalam segala bidang, sebagai khalifah
fil ardhi harus memiliki kesamaan keselarasan dalam meningkatkan
efektivitas kinerja yang handal. Sebagai muslim harus bisa mengetahui dan
menerapkan konsep ideal untuk mampu sejajar dengan masyarkat lain. Indonesia
pada saat ini masih disebut negara berkembang, sebagai khalifah tentu harus
bisa mensejajarkan segala aspek untuk besaing secara sehat demi terciptanya
nilai yang diinginkan oleh khalayak masyarkat umumnya negara muslim lainya.
Ada dua hal yang harus diperhatikan
oleh manusia sebagai khalifah, pertama, dalam upaya mensejajarkan
segala aspek bidang, masyarkat harus bisa bekerjasama dengan pemerintah dan
membuang sifat-sifat yang dapat mengahancurkan suatu negara. Kedua
pemerintah harus saling memberi ruang kepada masyrakat yang idealnya memiliki
karakter-karakter berbeda demi terwujudnya negara yang adil dan makmur.
Sebagaimana simbol negara kita adalah Bhineka Tunggal Ika yang secara garis
besar dipahami berbeda-beda tetapi satu jua.
B.
Rumusan Masalah
Bagaimana
ummat Islam mengaktualisasikan diri sebagai khalifah Fil Ardhi di era
globalisasi ?
BAB II
BAGAIMANA UMMAT ISLAM MENGAKTUALISASIKAN DIRI SEBAGAI KHALIFAH
FIL ARDHI DI ERA GLOBALISASI
1.
Tantangan di era globalisasi
Kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang
maknanya ialah universal. Globalisasi belum memiliki definisi yang
mapan, kecuali sekadar definisi kerja (working definition), sehingga
tergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu
proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan
kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas
geografis, ekonomi dan budaya
masyarakat.
Globalisasi
pada satu sisi melahirkan nilai-nilai positif, namun disisi lain globalisasi
telah menggusur nilai-nilai suatu agama, idiologi negara bahkan mampu menggeser
tradisi suatu bangsa. Globalisasi telah membawa kepada ummat manusia kepada persamaan baik itu fashion,food,
hiburan dan lain sebagainya.[11] Seluruh
agama, dapat dikatakan sangat menekankan sikap disiplin, etos kerja, dan
prestasi yang merupakan nilai-nilai Islam yang kelak di transformasikan kedalam
etika sosial bagi penganutnya. Setiap muslim yang baik harus bisa menjalankan
printah-Nya dan larangan-Nya, dalam kontek ini Alqur’an dan hadits sebagai
pedoman ummat Islam. Dalam mencapa tujuan ini harus menyelaraskan antar iman
dan amal.[12]
Adanya globalisasi di dunia
mengakibatkan suatu perubahan yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi. Pasar nasional ataupun internasional mengalami persaingan yang sehat
dan memberikan produk yang berkualitas tanpa henti disetiap waktnya
mengakibatkan adanya penguasaan secara
stabil. Sekilas kita lihat posisi strategis IBM dalam bersaing untuk menjual
komputer di perancis dan Jerman. Dengan
peningkatan tekhnologi dan keterampilan pemasaran yang dikembangkan di wilayah lain dalam
perusahaan dan digabung dengan sitem pabrikasi yang tekoordinasi di seluruh
dunia.[13]
Ada beberapa kunci untuk memenangkan persaingan di era global:
1.
Fokus
bermain diarea tertentu , memusatkan perhatian dan kekuatan pada suatu bidang
tertentu, karena tidak akan ada yang bisa menang disemua bidang, sepert
microsoft yang focus pada penegmbangan software, google lebih menjadi peain
bidang layanan internet, sedangkan
facebook focus dijejaraing social.
2.
Jeli
membaca pasar, menegrti kebutuhan dan kemaampuan pasar
3.
Menggabungkan
kerja sama, setelah menjadi pemainyang kuat dan diperhitungkan dibidang
masing-masing maka perlu mencari sekutu guna memaksimalkan kekuatan dan
memimalkan kelemahan.
4.
Keampuan
meniru dan memodifikasi , sesuatu yang ditiru biasanya suatu yang sudah
terbukti diminati di pasar , apalagi jika meampu menawarkan degan hasil
modifkasi yang lebih baik.
2.
Aktualisasi ummat Islam sebagia khalifah fil Ardhi Qs.
Al-Baqarah:30
وَإِذْ قَالَ
رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً
Artinya:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." ....
Sebagai khalifah
fil Ardhi ummat Islam harus bisa meluruskan hukum-hukum di bumi dan
menegakan perintah tanpa merusak apa yang ada dibumi serta memberikan
kemashlahatan bagi seluruh ummat manusia.[14]
Istilah khalifah fil Ardhi yaitu nabi Adam, karena ia merupakan gurunya
malaikat-malaikat dan semua makhluk, sehingga malaikat dan makhluk diperintah sujud kecuali iblis yang
dilaknatullah.[15]
Mahkota
Ummat Islam adalah Jihad, dan menempatkan sebagai khoiru Ummah ( the
best society), jihad dalam bekerja tentu harus dimiliki pada setiap pribadi
muslim. sebagaimana Allah menjelaskan dalam firman-Nya. Qs. Al- Ankabut: 69
z`Ï%©!$#ur (#rßyg»y_ $uZÏù öNåk¨]tÏöks]s9 $uZn=ç7ß 4 ¨bÎ)ur ©!$# yìyJs9 tûüÏZÅ¡ósßJø9$# ÇÏÒÈ
Artinya: Dan orang-orang
yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan
kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta
orang-orang yang berbuat baik.
Ayat diatas
mengisyaratkan betapa pentingnya jihad dengan mengerahkan seluruh ruh dan
ikhtiyar lahir dan bathin, demi mewujudkan, suatu cita-cita yang membuahkan
sebuah hasil yang maksimal.[16]
Sebagai khalifah fil Ardhi tentu harus memiliki beberapa sifat dalam
mengahadapi era globalisasi, diantaranya; jiwa kepemimpinan, (Leadershif),
selalu berhitung, menghagai waktu, tidak pernah merasa puas, hidup hemat dan
efisien, memiliki jiwa wirawswasta (entrepreuneurship), memiliki insting
bersaing, keinginan untuk mandiri (indipendent), memiliki sifat
keilmuan, ulet pantang menyerah, berorientasi pada produktivitas dan memperkaya
jaringan silaturahim.
3.
Agama memerintahkan untuk bekerja
Di dalam Alqur’an, kata ‘amal
( عمل)
dan semisanya disbutkan sebanyak 359 kali. Secara bahasa kata ‘amal ( عمل)
berarti , perbuatan, pekerjaan , aktivitas (karya). Sedangkan menrut
terminologi kata ‘amal ( عمل) perbuatan atau aktivitas yang dilakukan
secara sadar dan sengaja , bersumber pada daya, pikir,fisik kalbu.[17]
Bekerja adalah fitrah manusia dan
sekaligus merupakan salah satu identitas manusia, sehingga bekerja yang
didasarkan pada prnsip-prinsip iman tauhid, bukan saja menunjukan fitrah
seorang muslim, tetapi sekaligus meninggikan martabat dirinya sebagai hamba
Allah yang mengelola sumberdaya alam sebagai bentuk dari cara dirinya
mensyukuri kenikmatan yang Allah swt
berikan.[18]
Apabila bekerja itu adalah fitrah
manusia, maka jelaslah tidak ada dalam diri manusia memilik sifat malas dalam
beraktifitas untuk mendaya gunakan seuah tempat di bumi dan di langit. Manusia
pun diamanah adanya tugas dan tata moral dalam kehidupanya di muka bumi.
Kelemahan manusia yang cukup berat menurut Al-Qur’an adalah mengahadapi godaan
dan cobaan. Jangankan manusia, para Nabi pun tidak lepas dari adanya godaan
setan, tidak terkecuali nabi Muhammad SAW, akan tetapi pertolongan Allah mereka
berhasil melawanya.[19]
$¨BÎ)ur y7¨Zxîu\t z`ÏB Ç`»sÜø¤±9$# Øø÷tR õÏètGó$$sù «!$$Î/ ( ¼çm¯RÎ) uqèd ßìÏJ¡¡9$# ÞOÎ=yèø9$#
Allah
SWT menjelaskan untuk melakukan bekerja dengan sebaik mungkin, seperti dalam
firman-Nya Qs. Az-Zumar: 39
a.
ö@è% ÉQöqs)»t (#qè=yJôã$# 4n?tã öNà6ÏGtR%s3tB ÎoTÎ) ×@ÏJ»tã ( t$öq|¡sù cqßJn=÷ès? ÇÌÒÈ
Artinya: Katakanlah: "Hai kaumku, Bekerjalah
sesuai dengan keadaanmu, Sesungguhnya aku akan bekerja (pula), Maka kelak kamu
akan mengetahui”.
Ayat ini adalah perintah dan
karenanya punya nilai hukum wajib untuk dilaksanakan. Siapapun mereka yang
pasif berdiam diri tidak berusaha untuk bekerja maka ia telah menghujat Allah
SWT, dan ia telah masuk kedalam kenistaan dirinya sendiri.
Dalam hadits Nabi bersabda: “ Bahwasanya
Allah itu cinta kepada orang-orang yang bekerja” ( Diriwayatkan oleh
Thabrani dan Baihaqi) sebagai muslim seharusnya menjadi manusia yang meiliki
semangat untuk kerja, sebagaimana ayat dan hadits diatas menejelaskan begitu
pentingnya bekerja.[20]
4.
Keharusan Bekerja
a.
Ikhlas
Setiap usaha yang kiat kerjakan sudah seharusnya didasari suatu
alasan dan ditunjukan pada satu tujuan ,
jika dalam suatu hari ada sekian agenda
kegiatan baik menyangkut tugas pekerjaan , tugas rumah tangga dan tugas sebagai masyarakat atau perkumpulan
, maka kita akn menyusn kemunginan peneylesaian. skala prioritas didasari
alasan dan tujuan pribadi, adakalanya usaha itu sukses sesuai harapan atau kurang berhasil bahkan gagal.
Sikap atas hasil usaha yang terakhir akan beragam tergantung orang
memaknai sebuah usaha. Jika yang diharapakan adalah sejumlah imbalan materi
maka ia merasa kehilangan materi yang didambakannya. Jika yang diharapkan
adalah pujian sanjungan maka ia akan
merasa minder dan malu sendiri, namun jika ia melandasi usahanya ini dengan
keikhlasan , semata mencari ridha Allah swt, maka ia yakin Allah tidak akan
menyia-nyiakan amal sholeh, apalgi yang dilakukan denga kesungguhan.
Inilah keikhlasan yang membuat langkah seseorang sulit untuk di
bendung membuat seseorang kuat dan sulit
untuk dibuat kecewa apalagi putus asa, baginya hanyalah berusaha sekuat
kemampuan dan sisanya bertwakal kepada Allah swt.
Bagi seorang muslim dalam setiap usahanya hendaklah berupaya
menghadirkan seluruh sebab-sebab yang dituntut
untuk suksesnya usaha tersebut ,
sehingga tidak akan terobsesi pada hasil
tanpa mengerjakan sebab-sebabnya. Hasil
dari sebab-sebab dan proses-proses tersbut diserahkan kepada Allah , baginya amalan dan harapan
senantiasa diseratai ketenangan hati ,
ketentraman jiwa, serta keyakinan mutlak bhwa apa yang dikehendaki Allah swt pasti terjadi dan apa yang tidak dikehenddaki-Nya tidak
akan terjadi.
Sikap batin ini akan membuat kita selalu terhubung dengan Allah swt
, mendorong kita untu selalu berbuat baik , selalu optimis, memiliki integritas
/ajeg dalam bekrja , tidak kenal menyerah
atau putus asa , tahan terhadap ujian kegagalan dan mengantarkanya
kepuncak tujuan.
b.
Profesional
Zaman modern menghadirkan diverifikasi dalam berbagai hal, semakin
kompleksnya penunjang aspek kehiduan kita akan membuat semakin sulit diatasi
setiap orang tanpa kerjasama atau bekerja berbagai peran dengan manusia lainya,
otoritas politik, militer, budaya, keagamaan, ekonomi, kesehatan, pendidikan terpolarisasi sesuai bidang kehalianya.
Masing-masing bidang menuntut pegusaan
mendalam yang terkadang sulit dipahami
oleh orang-rang-orang yang bergerak
dibidang yang lain. Inilah zaman yang menuntut profesiaonalitas dan
membuyarkan patronase serta
kekuasaan kharismatik yang dulu sering
kita dengar lewat sejarah.
Secara singkat profesiaonal merupakan sebuah kondisi berfikir,
berpendirian bersikap dan kerja sungguh dengan disiplin , jujur dan penuh
dedikasi untk mencapai hasil dan
maksimal. Sebagai term dunia modern profesionalisme memiliki dua karakteristik
yaitu:
1)
Keharusan
adanya pengetahuan dan keterampilan spesifik yag terspesialsasi melalui pendidikan di berbagai jenajang penddikan dan keterampilan latihan serta pengalaman kerja.
Salah satu ciri
profesional dalam bekerja yaitu selalu menumbuhkan sifat disiplin. Singodimedjo
(2002) mengatakan disiplin adalah sikap kesediaan dan kerelaan sesorang untuk mematuhi dan mentaati nilai
dan norma-norma peraturan disekitarnya. Dengan demikian ummat manusia hendaknya
bisa menyesuaikan diri dalam melaksanankan pekerjaan dimanapun berada dan tidak keluar jalur yang
bisa merugikan dirinya ataupun orang lain.
Disiplin kerja
dapat diihat sebagai sesuatu yang besar manfaatnya, dan akan menjamin tereliharanya
tata tertib kelancaran pelaksanaan tugas , sehingga di peroleh hasil yang
optimal. Ketidakdisiplinan dalam keja akan menjadi panutan orang lain, untu itu
sangat sulit dalam lingkungan bekerja dalam menerapkan kedisiplinan. Dengan
demikian disiplin sangatlah penting diterapkan di sebuah lembaga, pendidikan,
ekonomi, industri dan lain-lain.
2)
Integritas
moral dan budaya , sebagaimana telah ditekankan Al quran 14 abad yang silam contoh:
a.
Hendaknya bekerja sesuai dengan
kemampuan/kapasitas (Qs. Al An’am135, Qs. Az Zumar:39, Qs. Hud: 93)
b.
bekerja dengan hasil yang terbaik ( Qs. Al
Mulk: 2
c.
Bekerjalan
sesuai bidang keahlian ( Qs. Al Israa:84, serta hadits Rasulullah SAW yang
artinya “ Jika suatu urusan
diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah kehancurannya” (
HR. Bukhari) )
Jika
kita mampu untuk profesioanal dengan melakssanakan urusan atau pekerjaan dengan
sungguh-sunguh( seaik mungkin) maka Allah akan menyediakan untuk kita jalan kesuksesan sebagaimana firman Allah dalam Qs. Al
Ankabut: 69
z`Ï%©!$#ur (#rßyg»y_ $uZÏù öNåk¨]tÏöks]s9 $uZn=ç7ß 4 ¨bÎ)ur ©!$# yìyJs9 tûüÏZÅ¡ósßJø9$# ÇÏÒÈ
Artinya: Dan
orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan
Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar
beserta orang-orang yang berbuat baik.
c.
Berdaya Saing
Mengungkapkan
kata bersaing Allah pun menjelaskan dalam firmanya yaitu “ Maka
berlomba-lobalah (dalam membuat) kebaikan)[21],
melihat dengan begitu banyak fenoena di dunia bahwa persaingan begitu jelas
namun “ kejam” yang siap berkualitas dan mengeksplorasi keuntungan semampu yang
bisa ia raih. Sedangkan mereka yang belum siap
dan tidak berkualias akan kehilangan daya saing dan tercecer memungut
apapun yang disisakan pemenang, sehingga” Menjadi babu di neger sendiri” bukanlah hal yang mustahil, jika seluruh
bidang produksi barang dan jasa telah lepas dari genggaman bangsa pribumi,
karena kebebassan global membuka kesempatan kepada pendatang yang lebih
berkualitas untuk berebut lahan ekonomi dan pekerjaan.
Dalam menyikap persaingan di zaman sekarang ini perlu adanya
strategi-strategi yang dilakukan. Pemerintah sebagai kekuasaan dan sekaligus
pembeli atau pemasok dan dapat mempengaruhi persaingan industri melalui
kebijakan yang diberlakukanya.[22]
Sepintas kita lihat , China dan Jepang adalah sama-sama
mengahsilkan beragam komoditas otmotif tapi produk Jepang lebih diminati(laku).
Indonesia dan China sama menghasilkan garment, namun garment China menguassai
70% pasar di Indonesia. Indonesia sebagai pembeli atau pemasok kayu melalui
pengawasan Forest Service atau sumber kayu dibagian barat Amerika Serikat,
namun pemerintah ditentukan oleh faktor-faktor politik ketimbang oleh situasi ekonomi,
dan ini barangkali merupakan kenyataan
hidup.
Memasuki era globalisasi ersaingan antar warga dunia semakin nyata
dan terbuka bagi mereka yang memiliki kualitas
SDM ini adalah kesempatan , namun bagi yang tidak siap di era bencana ,
karena posisi dan peran mereka akan terancam dan tergantikan bahkan bisa muncul
“ penjajahan yang legal” saat
peran-peran penting dan strategis mereka diambilalih orang asing di negerinya
sendiri.
Agar
tidak diambilalih oleh orang asing, tentu ummat Islam sebagai khalifah harus
bisa berhubungan ataupun kerjasama barang dan jasa, SDM yang bisa mengeluarkan
produktivitas secara efisiensi. Mengenai produktivitas ini akan mengakibatkan
suatu daya saing diberbagai sektor
bidang.[23]Peningkatan
kemampuanlah yang merupakan strategi yang diarahkan untuk meningkatkan
efisiensi, efektivitas, dan sikap tanggap dalam rangka peningkatan disetiap
bidang. Kompetensi yang harus dikuasai oleh SDM perlu dinyatakan sedemikian
rupa agar dapat dinilai, sebagai wujud hasil pelaksanaan tugas yang mengacu
pada pengalaman langsung.
BAB IV
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Sebagai
khalifah fil ardhi manusia memiliki kemuliaan sekaligus tanggung jawab, semakin
ia mampu mengemban amanat maka semakin tinggi
kemulian dan demikian pula sebaliknya.
Kewajiban utamanya
adalh beriman kepada Allah swt dan mewujudkan buki keimananya dengan melakukan
apa yang dieprintahkan dan menjauhi apa yang dilarang-Nya. Sebagai khalifah di
muka bumi maka manusia harus mampu memelihara dan memakmurkan bumi. Yang tidak
mungkin terwujud kecuali manusia mau dan mampu bekerja. Dengan potensi yang
Allah swt anugerahkan maka manusia harus bekerja dalam aturan yang
digariskan-Nya. Al-qur’an dan petunjuk hadits sebagai pedoman moral kita
termasuk dalam hal bekerja dengan tegas dan jelas menuntut kerja yang terbaik,
agar terwujud kesejahteraan makhluk dibumi, karena Islam hakikatnya rahmatan
lil ‘alamin.
Sejarah telah
mencatat dengan tinta emas bagaimana agama ini menjadikan kaum muslmin sebagai
pengusaha dunia, bukan hanya secara militer tetapi di berbagai segi kehidupan,
baik dibidang sosial, ekonomi, kesehatan, seni maupun pendidikan. Lalu
tenggelam dalam kejumudan disaat bangsa Eropa sedang semangat belajar dari kemajuan
ummat Islam.
Sebagai ummat
Islam, kejayaan di masa silam sangat
mungkin untuk diulang asal semangat dan kinerja kita mampu mengahdirkan
syarat-sayart kejayaan pendahulu kita. Profesioanl dan ikhlas bukanlah suatu
yang berlawanan, dalam konsep ibadah tujuan meraih ridha Allah SWT (keikhlasa)
haruslah dilakukan dengan upaya sebaik mungkin (profsional) dan dalam
persaingan global ukuran konkritnya adalah kemampuan untk mengatasi yang lain,
inilah daya saing, yang insya Allah akan mengantarkan pemiliknya menjadi
pemenang, semoga.
[1] Said Aqil Siradj , Islam Kalap dan Islam Karib Daulat
Press (Jakarta,2014) hal.13
[2] W. Montgmery
Watt, Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis. Tiara Wacana
( Yogyakarta, 1990 hal. 10
[3] Toto Tasmara, Etos
Kerja Pribadi Muslim, PT. Dana Bhakti Wakaf (Yogyakarta, 1995) hal. vii
[4] Alquran Qs. Al
Ankabut: 69
[5] Nurcholis Madjid, Kehampaan Spiritual
Masyarkat Modern, Penerbit MEDIACITA ( Jakarta, 2002 ) Cet ke-7 hal. 183
[6] Nurcholis
Madjid, Op. Cit hal. 470
[7]M. Suyanto,
MUHAMMAD Business Strategy & Ethics Penerbit ANDI ( Yogyakarta, 2008)
hal.184-199
[8] Ahmad Makki, Terjemah
Tafsir Al Qur’anil Adzhim Bi Jalaludin Al Mahali wa Jalaludin As Suyuthi
Babakan Tifar Cibadak( Sukabumi,tt) hal.23-24
[9] Adnan
Harahap, Islam dan Masa Depan
Ummat Zikrul Hakim ( Jakarta, 2004) hal. 70
[10] Ibid, hal. 71
[11] Tata Sukayat,
Kapita Selekta Syarhil Qur’an, Corps Mubaligh Muda ( CMM) Fakultas Dakwah IAIN
Sunan Gunung Djati Bandung ( Bandung, 2001) hal. 59
[12] Nurcholis
Madjid et. al, Kehampaan Spritual Masyarakat Modern. Respon Terhadap
Transformasi Nilai-nilai Islam menuju Masyarakat Madani MEDIACITA(
(Jakarta, 2002) hal. 389-395
[13] Michael E.
Porter, Competitive Strategi, alih bahasa Agus Maulana, Strategi
Bersaing, Penerbit Erlangga (Jakarta, tt
) hal 241
[14] Ahmad Makki,
terjemah Tafsir Al Qur’anil Adzhim Bi Jalaludin Al Mahali wa Jalaludin As
Suyuthi Babakan Tifar Cibadak( Sukabumi,tt) hal.23-24
[15] Ahmad Sanusi ,
Tafsir raudhatul Irfan Fi ma’rifatil Qur’an, Gunung Puyuh ( Sukabumi, tt) Jilid
1 hal-7-9
[16] Toto Tasmara,
Etos Kerja Pribadi Muslim, PT. Dana Bhakti Wakaf (Yogyakarta, 1995) hal. 15-16
[17] M. Quraish
Shihab dkk Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosakata Lentera Hati (
Jakarta, 2007) hal.21-22
[18] Toto Tasmara,
Etos Kerja Pribadi Muslim, PT. Dana Bhakti Wakaf (Yogyakarta, 1995) hal. 2
[19] Ahmad Syafii
Ma’arif Membumikan Islam, Pustaka Pelajar
(Yogyakarta, 1995) hal. 10
[20] Toto Tasmara,
Etos Kerja Pribadi Muslim, PT. Dana Bhakti Wakaf (Yogyakarta, 1995) hal. 6-8
[21] Teks Aya Alqur’an Qs. Al Baqarah: 148
9e@ä3Ï9ur îpygô_Ír uqèd $pkÏj9uqãB (
(#qà)Î7tFó$$sù ÏNºuöyø9$# 4
tûøïr& $tB (#qçRqä3s? ÏNù't ãNä3Î/ ª!$# $·èÏJy_ 4
¨bÎ) ©!$# 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« ÖÏs% ÇÊÍÑÈ
[22] Michael E.
Porter, Competitive Strategi, alih bahasa Agus Maulana, Strategi
Bersaing, Penerbit Erlangga (Jakarta, tt
) hal 26
[23] H. Edy
Sutrisno, Manajemen Sumber Daya Manusia. Kencana Prenada Group ( Jakarta, 2009)
hal. 99
Labels:
Karya Tulis
Thanks for reading Kerja Membangun Ideal Masyarakat. Please share...!
0 Comment for "Kerja Membangun Ideal Masyarakat"