Tokoh Hadits Indonesia- Guntur Gumelar



TOKOH-TOKOH PEMERHATI HADITS DI INDONESIA




A.   Pendahuluan
1.      Latar belakang
Indonesia selain banyak kajian keilmuan tafsir disisi lain memiliki tentang keilmuan hadits, oleh sebab itu ulama-ulama terkemuka senantiasa memberika suatu pelajaran disamping Alqur’an dan tafsir begitu juga hadits. Hadits diyaikini oleh masyarakat Muslim sebagai sumber syari'at kedua setelah Alqur’an yang merupakan narasi  yang bertujuan untuk memberikan inormasi apa yang dikatakan Nabi SAW.[1]
Dalam perkembangan pemikiran ulama indonesia, tidak akan terlepas dari perkembangan hubungan antara muslim di kepulauan Nusantara ini dengan pusata pendidikan Islam yang ada di timur tengah. Perkembangan pemikiran Ulum al- hadits di Indonesia , tidak akan terlepas dari pengaruh pendidikan ulama Indonesia di Timur Tengah, salah satu ulama Indonesia pada saat itu adalah  Syekh Nawawi dari Banten dan Syek Mahfudz dari Tremas hal ini terjadi ada akhir abad ke-19.[2]
Karya-karya ulumu al hadits yan dihasilkan oleh ulama-ulama Indonesia seperti karya Syekh Muhmmad mahfudz bin Abdullah At-Turmusi yaitu, Manhaj Dzawi An- Nazhar, ‘Ilm Musthalah al-Hadits, karya Muhammad Hasby As-shiddiqy dan karyanya yang lain, yaitu Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadits dalam dua jilid, Ilmu Musthalah Hadits karya A. Qadir Hasan, Pengantar Ilmu Hadits karya Muhammad Syuhudi Ismail, dan karya lainya Metodologi Penelitian Hadits, Kaidah Keshahihan Sanad Hadits, Hadits Menurut Pembela,Pengingkar, dan Pemalsunya. Ikhtisar Musthalah Hadits, karya Fatchur Rahman, ‘Ilmu Hadits, karya Utang Ranuwijaya dan Mundzier Suparta, Metode Kritik Hadits ( kumpulan makalah ribadi) karya Musthafa Ali Ya’qub, Ilmu Hadits, dan Problematika Hadits; Paradigma Periwayatan Hadits karya Endang Soetari Ad. Pengantar Studi Sanad Hadits karya Ayat Dimyati dan Pengembangan Pemikiran terhadap  Hadits ( kumulan makalah hasil seminar) karya Yunahar Ilyas et. All (Ed).



2.      Rumusan Masalah
a.       Siapa Tokoh-tokoh hadits di Indonesia  ?
b.      Bagaimana pemahaman terhadap hadits ?
3.      Tujuan
a.       Menjelaskan perkembangan Hadits yang ada di Indonesia.
b.      Menjelaskan tokoh dan pemikiran terahadap hadits.

B.     Pembahasan
 Tokoh-tokoh Hadits di Indonesia
1.      Muhammad Mahfudz bin ‘Abdullah At-Tirmasi( 1258-1335/1842-1917)[3]
Nama lengkapnya Muhammad mahfudz bin ‘Abdullah bin ‘Abdul Manan At-Tirmasi Al-Jawi, Al-maki. Ia dilahirkan di Termas, jawa Timur 12 Jumad al-Ula tahun 1285 H. sebelum belajar ke mekkah, ia telah hapal Al-Qur’an dan memahami berbagai disiplin ilmu lain berkat belajar kepada ulama-ulama besar di jawa, seperti di semarang belajar kepada Syekh Muhammad Shalih bin ‘umar. Setelah di mekkah ia belajar kepada Syekh Muhammad Al-Munsyawi (w. 1314 H), Syekh ‘umar bin barkat Asy-syami (w.1313 H) Syekh Musthafa Muhammad bin sulayman Al-‘Afifi (w. 1308), dan belajar Hadis kepada  husayn bin Muhammad Al-Habsyi Al-Maki (w. 1330 H) dan Syekh Muhammad Sa’id Babishil (w. 1330).
Murid-murid mahfudz at-Tirmasi antara lain : KH. Dahlan dari Semarang, KH. Muhammad Dimyati dari termas, KH. Khalil dari lasem, KH. Muhammad Hasyim Asy’ari dari jombang, KH. Muhammad Faqih bin ‘abd Jabbal dari sukabumi dan sebagainya. Syekh mahfudz wafat di mekkah pada malam senin awal rajab 1338 H dimakamkan di pekuburan Ma’’la. Untuk rujukan dan biografi tentang syekh mahfudz, dapat dibaca Daud Rasyid Harun, Juhud ‘ulama, terjemah no.23, hlm. 50-57.
Karya Syekh Mahfudz (w. 1919/20 M), Manhaj Dzaw an-nazhar; Syarah Manzhumah ‘Ilm A-Atsar adalah karya ulama indonesia pertama, walaupun tulis di mekkah, dalam bidang Ulum al-Hadis. Kitab tersebut adalah Syarah terhadap karya as-Suyuti, alfiah, yang disebut Syekh Mahfudz dengan Manzhumat.
Manhaj, Syekh Mahfudz, ketika memberikan syarh adalah membandingkan sekaligus merujukkan kembali karya as-suyuti kepada karya-karya sebelumnya, yaitu muqaddimah ibn shalah karya Shalah, Syarh Nukhbah, karya Ibn Hajar, tadrib ar-rawi, karya as-suyuti, dan kitab-kitab lain dalam bidang ulum al-hadis.
Ketika melakukan Syarh, Syekh mahfudz merasa bahwa apa yang dilakukan Al-Suyuti, dengan menyebut nama kitabnya Alfiah, terdapat kekurangan 20 bait, yaitu hanya berjumlah 980 bait. Kemudian ia menambah bait penambahan yang ia lakukan adalah 14 bait pada (المعل), empat bait pada bab (asbabul hadis), satu bait masing-masing pada (adabu tholibul Hadis) dan
(العشرة الآنواع المزيدة على ابن الصلاح والفية العراقي) .
Penjelasan yang dilakukan oleh Syekh Mahfudz tentang pembagian jumlah pembahasan, sekaligus cabang ulum al-hadis yang ditawarkan As-Suyuti, berjumlah 81 cabang. Hal itu dikarenakan Syekh Mahfudz mengurai kembali cabang-cabang yang telah dikelompokkan tersendiri oleh As-Suyuti, seperti ketika As-Suyuti menyatukan kajian tentang (Al-Gharib wal ‘aziz wal Mustafidh wal mutawatir) sebagai satu bahasan, Syekh Mahfudz menguraikannya satu per satu.
Syekh Mahfudz tidak mengubah susunan yang telah dijelaskan As-Suyuti dalam kitabnya tersebut, bahkan Syekh mahfudz membantu memisahkan tambahan-tambahan yang diberikan As-Suyuti terhadap Al-‘Iraqi dengan diberi tanda merah pada setiap baitnya.
2.      Mahmud Yunus ( 1899-1983)
Prof. Dr. H. Mahmud Yunus dilahirkan di sungayang Batusangkar, sumatera barat pada hari sabtu 10 februari 1899 atau bertepatan dengan 30 Ramadhan 1316 H. Ayahnya bernama Yunus bin Incek dan ibunya bernama hafsah binti M. Thahir. Buyutnya dari pihak ibu adalah seorang ulama besar di sungayang batusangkar bernama Muhammad Ali gelar Angku kolok. Pendidikan Mahmud Yunus bermula dari mempelajari Al-Qur’an dan bahasa arab yang ia tempuh semenjak berusia tujuh tahun di surau kakeknya, M. Thahir. Disamping itu, ia juga belajar di seolah rakyat, tetapi hanya sampai kelas tiga saja. Dari surau kakeknya ini, Mahmud yunus kemusian pindah ke madrasah yang diasuh oleh Syekh H, Muhammad Thaib di Surau Tanjung Pauh. Berkat ketekunannya, dalam waktu empat tahun, Mahmud Yunus telah sanggup mengajarkan kitab-kitab mahall, Alfiah, dan jama’ul Al-jawami, sehingga ketika Syekh Muhammad Thaib Umar jatuh sakit dan berhenti mengajar, Mahmud Yunus yang ditunjuk untuk menggantikannya mengajar.
Pada tahun 1924 Mahmud Yunus mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi ke mesir dan ia memasuki Universitas Al-Azhar. Setahun kemudian, berhasil memperoleh Syahadah Alamiah. Kemudian melanjutkan studi ke madrasah dar Al-Ulum Al-ulya dan tercatat sebagai orang Indonesia pertama yang menjadi mahasiswa madrasah tersebut. Pada tahun 1930, setelah mengambil takhasus Tadris, Mahmud Yunus berhasil memperoleh ijazah dari perguruan tinggi tersebut.
Setelah menyelesaikan studinya di mesir, Mahmud yunus kembali ke indonesia menjadi pengajar dan pemimpin berbagaia sekolah, yakni pada al-jami’ah Al-Islamiyah Batusangkar (1931-1932), kuliah Muallimin Islamiyah Normal islam Padang (1932-1946), akademi dinas Ilmu Agama (ADIA) jakarta (1957-1980), menjadi dekan dan Guru besar pada fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah, jakarta (1957-1980), menjadi dekan dan guru besar pada fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta (1960-1963), Rektor IAIN Iman Bonjol padang (1966-1971) . atas jasanya di bidang pendidikan ini pada tanggal 15 oktober 1977, IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta menganugerahi Mahmud yunus Doctor honoris Causa dalam Ilmu tarbiyah.
Mahmud Yunus juga dikenal sebagai pendiri organisasi Sumatera Thawalib dan penerbit Majalah Islam Al-Basyar (1920), turut mendirikan Persatuan Guru-guru Agama Islam (PGAI), dan termasuk Anggota Minangkabau Road (1945-1946) dan sekaligus menjadi anggota Komite Nasional sumatera Barat (1945-1946) dan sekaligus menjadi anggota pemeriksa agama pada jawatan Agama Provinsi sumatera di Pematang siantar (1946-1949), ikut mendirikan Majlis Islam Tinggi Minangkabau yang kemudian menjadi MIT Sumatera (1946), Inspektur agama pada jawatan PP dan K Provinsi Sumatera berkududukan di Bukittinggi (1949) dan kemudian pernah pula dipercaya sebagai Sekretaris Menteri Agama PDRI (1949).
Tugas-tugas yang telah diemban oleh Mahmud Tunus tersebut di atas telah melahirkan kepercayaan terhadap dirinya, sehingga setelah pengakuan kedaulatan. Pemerintah RI menyerahkan berbagai jabatan kepadanya di kementrian Agama di Yogyakarta (1950), kepala penghubung pendidikan agama pada kementrian agama di Jakarta 91950) dan menjadi kepala Lembaga pendidikan Agama pada Jawatan Pendidikan Agama (1952-1956).
Banyak karya tulis yang telah dihasilkan Mahmud Yunus dalam berbagai bidang ilmu agama Islam, terutama pendidikan Islam. Selain itu, bidang-bidang lainnya, yaitu bahasa, sejarah, tauhid, akhlak, hokum dan peribadatan, tafsir hadis, perbandingan agama; yang ia tulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Arab. Di antara karya-karya tulisnya yaitu: tafsir Al-Qur’an 30, Juz, ‘Ilm Mushthalah al-Hadis, Hukum Perkawinan dalam Islam, Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran, dan sebagainya.
Dengan rahmat Allah, akhirnya pada tanggal 16 januari 1983, ia wafat dalam usia 83 tahun dan dimakamkan di pemakaman IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Selain Syekh Mahfudz, penulis karya ulum al-hadis, dengan menggunakan bahasa arab adalah Mahmud Yunus (1899- 1973), yaitu ‘Ilm Mushthalah Al-Hadis. Mahmud yunus membuat sistematika pembahasan Ulum Al-hadis dalam pembahasan 69 pembahasan, tiga pembahasan pertama menjelaskan pembagian ulum al- hadis dan kedudukan sunnah dalam Al-Qur’an, pembahasan ke-4 sampai ke-9 tentang sejarah periwayatan dan pembukuan Sunnah yang meliputi penjagaan secara hapalan, permulaan pembukuan, urutan kitab, orang-orang yang terkenal meriwayatkan hadis, dan sikap orang-orang yang pertama dalam menerima riwayat. Pembahasan ke sepuluh tentang Al-jarh wa al-ta’dil, ke-12 proses penerimaan dan penyampaian riwayat, ke-13 pembahasan nasikh dan mansukh, ke-14 pembahasan istilah umum dalam ilmu hadis, dank e-15 sampai ke 69 menjelaskan tentang istilah-istilah khusus yang berkaitan dengan penilaian terhadap hadis, baik dari segi kuantitas maupun kwalitas beserta hal-hal yang berhubungan dengannya, baik pada periwayat, jalur periwayatan, dan sifat periwayatannya[4].
Manhaj yang digunakan Mahmud Yunus dalam menyusun bukunya adalah memberikan penjelasan singkat seputar Mushthalah dengan cara meringkas dari berbagai literature yang terdahulu. Ia menjelaskan setiap pembahasan dengan menggunakan pointer sehingga terkesan sistematis. Singkatnya, penjelasannya sangat terlihat karena hanya mencakup definisi dan keterangan seperlunya terhadap definisi dan permasalahannya.
Adapun pembahasan tentang istilah-istilah hadis yang diterangkan dalam buku itu sangat sedikit, kurang lebih berjumlah 41 istilah, 29 yang berkaitan dengan kuantitas dan kwalitas dan 12 yang berkaitan dengan istilah umum dan gelar ahli hadis.
3.      Muhammad Hasby Ash-Shiddieqy ( 1904-1975)[5]

Mempunyai nama lengkap Prof. Dr. Tubagus Muhammad Hasby Ash-Shiddiqie. Ia lahir di Lhoksemawe, aceh pada tanggal 10 Maret 1904. Masa kelahiran dan pertumbuhannya bersamaan dengan tumbuhnya gerakan pembaharuan pemikiran di jawa yang meniupkan semangat kebangsaan Indonesia serta anti koloni. Sementara di Aceh, peperangan dengan belanda kian berkecamuk. Proses bimbingan ilmiahnya dimulai di bawah pengajaran sang ayah yanhg juga memiliki pesantren. Banyak mendapat bimbingan dari ulama Muhammad bin sallim Al-Khalili. Pada tahun 1927, ia melanjutkan studinya di al-Irsyad Surabaya. Pada tahun 1928, ia dipercaya untuk memimpin Al-Irsyad di Lhouksemawe. Pada tahun 1930, ia menjadi kepala sekolah di krung mane, mengajar di HIS dan Mulo Muhammadiyah, ketua yong Islamieten Bond di aceh utara tahun 1940-1942, menjadi director darul Muallim muhammadiyah kotaraja, membuka Akademi bahasa Arab. Pada zaman pendudukan jepang, ash-Shiddiqie menjadi anggota pengadilan agama tertinggi di Aceh. Pada tahun 1955, ia menjadi anggota Konstituante dan tahun 1968 menjadi utusan Collagium Islam internasional di Lohare, Pakistan. Karirnya di bidang pendidikan, antara lain: dekan fakultas Syari’ah Ar-raniery Aceh, Dekan fakulta Syari’ah di universitas Sultan Agung Semarang, menjadi guru besar dan dekan fakultas Syari’ah IAIN Sunan kalijaga Yogyakarta dan Rektor Universitas Al-irsyad solo. Pada tahun 1963-1968, ia pernah menjadi wakil ketua lembaga penerjemahan dan penafsiran Al-Qur’an Departemen Agama, ketua lembaga fikih Islam Indonesia (LEFISI), anggota majlis Ifta’ wa Tarjih DPP Al-Irsyad. Pada tahun 22 maret 1975, ia mendapat gelar Honoris Causa dalam ilmu Syariat dari universitas Islam Bandung.
Hasby wafat pada tanggal 9 Desember 1975 dalam usia 71 tahun di Jakarta. Aktivitas hasby dalam menulis telah dimulai sejak tajun 1930-an. Tulisan yang pertama diterbitkan berupa sebuah booklet yang berjudul penoetoep Moeloet dan terakhir adalah pedoman haji pada tahun 1975. Seluru karya tulisnya berjumlah 73 judul buku, terdiri atas 6 tafsir, 8 hadis, 36 fiqh, 5 tauhid/kalam, 17 umum dan lebih dari 49 artikel dibaca kaum muslimin penduduk wilyah Asean yang berbahasa melayu.
Karya Hasby Ash-Siddieqy dalam materi Ulum al-hadis adalah sejarah dan Pengaantar Ilmu Hadis, Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadis dalam dua jilid. Kedua karya tersebut disusun sebagai hasil dan sekaligus bahan perkuliahan Ilmu hadis pada Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga.
Karya hasby, pada umumnya menggunakan pembahasan dengan memberikan nomor urut pada setia judul bahasan, walaupun itu hanya sebuah judul kecil. Dalam bukunya, hanya mengulas tentang hal-hal yang berkaitan dengan musthalah, dengan memberikan informasi yang berupa definisi, bahkan hampir setiap definisi yang ada didefinisikan secara berbeda dari para tokoh ia ungkapkan, penjelasan definisi, dan masalah-masalah yang terkait dengan bahasan itu, biasanya singkat dan bila ada masalah-masalah yang dipertentangkan.
Susunan yang ditawarkan oleh Hasby, dalam buku pengantar ilmu hadis adalah 179 bahasan yang dibagi ke dalam enam bagian. Adapun dalam buku ilmu Dirayah, ia menawarkan 382 pembahasan dalam 71 bab dan 21 bagian. Bila pada buku pengantar, hasby menjelaskan banyak sejarah perkembangan hadis, dalam buku ilmu dirayah, ia langsung menjelaskan istilah ilmu tersebut.
Sebagai perbandingan, akan diuraikan contoh tentang urutan pembahasan yang ditawarkan hasby dalam dua karya tersebut untuk mengetahui orientasi dari masing-masing buku. Dalam buku pengantar Ilmu hadis, pembahasan dimulai dengan pengantar tentang istilah-istilah hadis, Khabar dan lainnya termasuk hadis Qudsi, sedangkan pada buku Ilmu Dirayah tentang macam-macam ilmu hadis. Bagian pertama pembahasan buku pengantar tentang sejarah perkembangan dan pembukuan hadis, Ilmu Dirayah membahas tentang ilmu Mushthalah hadis. Bab kedua pengantar menawarkan bagian Ilmu mustholah Ilmu Dirayah menawarkan hadis qudsi. Bagian ketiga pengantar membahas masalah pokok sekitar Hadis, Ilmu Dirayah membahas tentang Hadis mawdhu’
Tiga contoh bagian di atas menunjukkan bahwa orientasi masing-masing buku berbeda. Pengantar pasti akan memuat banyak masalah sejarah dan sedikit tentang Mustholah karena tujuannya adalah memberikan pengantar untu masuk pada pelajaran mustholah. Adapun llmu dirayah adalah buku yang dikhususkan mengkaji tentang mustholah, maka sedikit sekali pembahasan sejarahnya, dan sejarah yang ada hanya berkaitan dengan ahli hadis.
Kelebihan dari karya hasby adalah dalam setiap persoalan yang dibahas selalu ada contoh-contoh yang cukup sehingga dapat membantu pembaca dalam memahami pembahasan tersebut.






4.      Abdul Qadir Hasan[6]
Nama lengkapnya adalah abdul Qadir Hasan lahir di Singapura, tahun 1914. Anak pertama dari Ustadz A. Hassan mengenyam pendidikan agama di bawah asuhan sang ayah langsung. Sementara pendidikan umumnya pernah ia tempuh di Hollands Inlandsche School (HIS) di Bandung, Jawa Barat. Ia  adalah anak lelaki tertua dari pediri Persis Ahmad Hasan ( w.1984)[7]. ia adalah penerus dari Ahamad Hasan di Bangil, pernah belajar ke Mesir. Abdul Qadir Hasan membahas  144 macam yang berhubungan dengan Ilmu hadits yang di bagi kedalam 10 pokok pembahasan, yaitu :
a.       Tentang Hadits Qudsi
b.      Tentang Hadits hasan
c.       Tentang Hadits dhaif
d.      Hadits yang dapat dimasukan kedalam bagian shohih dan hasan
e.       Hadits yang dimasukan pada dimasukan pada bagian shahih hassan, dan dhaif
f.       Tentang isnad  atau snad
g.      Tetang matan
h.      Tetang rawi
i.        Tentang nama-nama ahli hadits
j.        Tentang al-Jarh wa ta’dil.

Karya belia adalah Ilmu Musthalah Hadits, tujua pertama disusunya adalah memeberikan pelajaran pada madrasah di lingkungan Persis ( Persatuan Islam ), tetapi pada akirnya isi buku tersebut  ia tambah dengan merujuk  kepada kitab asal tentang ulum al- hadits sehingga ia persiapkan untuk seluruh kalangan yang ingin mendalami ilmu hadits.
Sebelum menjelaskan bagian-bagian hadits diatas ia menjelaskan terlebih dahulu permasalahan ilmu hadits, yang mencakup  mabadi Ilmu hadits,istilah-istlah umum ilmu hadits dan istilah-istilah umm tentang hadits. Adapun metodolginya yang dilakukan oleh Abdul Qadir hasan adalah mengutif  dan merangkum seluruh pendapat yang ada, untuk kemudian  ia bahas  dan beri komentar dan akhirnya ia memberikan keterngan atau penjelasan  pada akhir pembahasan. Kelebihan karya ini adalah  adalah  banyak rujukan yang ditulis  adalah kitab-kitab ulumul hadits periode awal , baik yang asal, syarah,nukat dan nazham.
5.      Muhammad Syuhudi Ismail (1943-1997)[8]
Namanya Muhammad Syuhudi Ismail yang lahir di Lumajang Jawa Timur pada tanggal 23 April 1943. ia salah satu penulis yag produktif  dalam bidang ilmu hadits, selain buku Pengantar Ilmu Hadits . yang merupakan buku ulum al-hadits lengkap selain itu ia menulis buku yang berkaitan dengan masalah khusus tentang ilmu hadits, seperti Metodologi Penelitian Hadits,  sebuah karya yang brkaitan dengan Ilmu Takhrij, kaidah Keshahihan Sanad Hadits yang merupakan  desertasi yang kemudian di tebitkan yang berkaitan  dengan  Ilmu Naqd as-Sanad dan buku Hadits Menurut Pembela, Pengingkar, dan Pemalsunya yang berisi makalah-akalah  yang berkaitan dengan  hadits dan ilmu hadits.
Pokok-pokok pemikiran Syuhudi Ismail,tampak jelas bahwa beliau sangat mendorong upaya pengembangan kajian di bidang hadits. Ia seringkali melontarkan pemikiran yang berbeda  dengan pandangan ulama hadits  sebelumnya  yang telah dianggap mapan dalam masyarkat Indonesia yang sebahagian  besar menaganut madzhab Syafi’i. Pemikiranya terhadap hadits Nabi sangat membantu para pengkaji hadits didalam menegmbangkan kajian metodologis penelitian  dan pemahaman hadits.
Buku yang berjudul Kaedah Kesahihan Sanad Hadits salah satunya ialah merupakan karya monumental Syuhudi Ismail dan menjadi rujukan di perguruan tinggi Islam di Indonesia[9]. Menurut Nasarudin Umar, buku Syuhudi Ismail yang satu ini sudah dapat dijumpai di perpustakaan besar di Kanada, Amerika Serikat, Eropa dan Jepang[10].
Dalam buku Kaidah Keshahihan Hadits Syuhudi Ismail memberikan suatu dorongan selain sumer ajaran Islam setelah Alqur’an, sebagian besar periwayatan hadits Nabi tidaklah mutawatir,oleh karena itu Syuhudi Ismail memandang perlunya kecermatan  dan ketelitian dalam melakukan kajian hadits, terutama dalam menentukan kualitas sanadnya. Dalam menentukan  keshahihan  sebuah hadits, Syuhudi Ismail memperkenalakan kaedah mayor dan kaedah minor sebagai acuan, baik pada matan dan sanad. Rumusan kaedah mayor dan minor yang diperkenalkanya mendapat dukungan dari pakar hadits sebagai kaedah yang terbukti keandalanya dalam menyingkirkan hadits Dhaif.
Karya Syuhudi Ismail tidak mencantumkan pembahasan pengetahuan rawi, periwayatan atau al-jarh wa at- Ta’dil, begitu pula dengan cara memberikan definisi dan penjelasan dari definisi sangat singkat  dan ketika memberikan contoh, ia tidak menggambakan secara utuh, seperti contoh hadits Aziz :
ان رسو ل الله صلى الله عليه وسلم قال : لا يؤ من احدكم حتى اكون احب اليه من والده. ( متفق عليه )
Ia menejlaskan hadits ini diriwayatkan Bukhari Muslim dan para sanad Bukhari selain dari Anas juga diriwayatkandari Abu Hurairah. Padahal apabila ingin memperjelas pemahaman tentang hadits Aziz dapat dijelaskan tentang kapan ketentuan bahwa suatu hadits dihukumi Aziz riwayatnya, melalui proses apa suatu hadits dapat diketahui thuruq-nya.
6.      Fatchur Rahman
Ia adalah alumnus fakultas Syari’ah IAIN Yogyakarta, kemudian menjadi staf pengajar di Fakultas Tarbiyah IAIN Yogyakarta mengajar Ilmu Musthalah Hadits. Fatchur Rahman menysun bukunya  dengan membagi kedalam lima bagian yang masing-masing memiliki pembhasan ddalam bentuk bab dan subbab.
a.       Pertama berisi embahasan tentang hadits dan periode pertumbuhanya, terdiri atas 5 bab yang berisi 16 pembahasan
b.      Kedua berisi tentang Ilmu Musthalah Hadits yang memuat empat bab mencakup 39 pembahasan
c.       Ketiga tentang periwayatan hadits, terbagi kedalam lima bab mencakup 9 pembahasan
d.      Keempat membahas tentang ilmu-ilmu hadits, dibagi kedalam sepuluh bab mencakup 20 pembahasan
e.       Kelima berisi tentang sejarah ringkas para imam pentakhrij hadits , yang memuat sembilan tokoh yang tergolong sebagai kutub at-tis’ah.
Dalam menyusun buku-bukunya  metodologinya sangat berbeda  yaitu dengan cara dibuat bentuk diagram, walaupun dalam studinya ia dibawah bimbingan Tengku Muh. Hasbi As-Shiddiqy dan buku karyanya dapat diterima termasuk tingkat Madrasah Aliyyah karena sistematika dan cara pengulasan yang mudah dipahami.
7.      Utang Ranuwijaya (1958)
Ia lahir di Majalengka pada tanggal 19 Mei 1958. Salah satu karya Utag Ranuwijaya tentang ilmu Hadits ada dua, yaitu Imu Hadits yang ditulis sendirinya. Dalam buku Utang Ranuwijaya membagi pembahasan pada enam bab, yang diawali dengan pembahasan pengertian hadits dan Ilmu hadits pada bab-bab lainya karya Utang ranuwijaya dan Mundzier membahas sejarah perkembangan hadits pada bab ketiga dan pada bab keduanya menjelaskan kedudukan dan fungsi hadits. Adapun materi ilmu hadits ada pada tiga bab terakhir yang mengulas  maslah pembagian hadits, dari kuantitas dan kualitas penegrtian hadits Mawdhu’ ddan penerimaan dan periwayatan hadits. 
Adapun buku Utang Ranuwijaya yang terakahir, pembahasan hanya ditambah dengan kajian sanad dan matan hadits, dan ilmu haditsdan sejarah perkembangannya, sertamenambah beberapa aspek pembahassan pada macam-macam kualitas hadits.
lahir di Kemiri, Batang, Jawa Tengah, pada tanggal 2 Maret 1952 M dari sebuah keluarga yang taat menjalankan agama. Pendidikan KH. Ali Mustafa Yaqub mulai dari SD sampai SMP, semua dijalani di Batang kota kelahirannya. Setelah tamat SMP minatnya untuk belajar agama mulai tumbuh, Ali Mustafa kecil bertandang ke sebuah pesantren di Seblak, Jombang untuk belajar agama sampai tahun 1969. Kemudian beliau nyantri lagi di pesantren Tebu Ireng, Jombang sampai tingkat Fakultas Syari’ah Universitas Hasyim As’ari sampai awal tahun 1976. Dan pada tahun itu juga ia masuk Fakultas Syari’ah Universitas Muhammad ibnu Saud sampai tahun 1985 kemudian mengambil Master di Universitas yang sama pada Jurusan Tafsir dan Ilmu Hadits.
KH. Ali Mustafa Yaqub merupakan sosok pribadi intelektual muslim. Ia dikenal sebagai pakar ilmu hadits. Sebab itu tidak mengherankan bila ia mengembangkan dakwah Islamiah lewat perspektif hadits. Dan kalau berbicara soal hadits berikut kisi-kisi kehidupan, perilaku dan tindakan Rasulullah Saw., KH. Ali Mustafa Yaqub memang memiliki otoritas.
KH. Ali Mustafa Yaqub adalah alumni pascasarjana King Saud Riyadh Saudi Arabia. Beliau termasuk salah seorang murid ulama terkenal yang juga pakar di bidang hadits asal Saudi Abia, yaitu professor M. M. Azami. Kiprah organisasinya mulai dikenal ketika di Riyadh ia terpilih menjadi ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI). Tahun 1990-1996 beliau menjadi Sekjen Pimpinan Pusat Ittihadul Muballighin.
Ali Mustafa Yaqub adalah seorang kiyai yang sangat sederhana dan ikhlas. Di tengah-tengah kesibukannya ia masih meluangkan waktunya untuk bersedia diwawancarai oleh para wartawan. Di sela-sela kesibukannya pula ia telah banyak menulis buku, dan yang terbanyak tulisannya adalah di bidang ilmu hadis sesuai dengan keahliannya.
Karya-karya KH. Ali Mustafa Yaqub diantaranya adalah:
  1. Memahami Hakikat Hukum Islam (Alih Bahasa dari Prof. Dr. Muh. Abdul Fattah al-Bayanuni, 1986).
  2. Nasihat Nabi kepada Para Pembaca dan Penghafal al-Quran (1990).
  3. Imam al-Bukhari dan Metodologi Kritik dalam Ilmu Hadits (1991).
  4. Hadits Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya (Alih Bahasa dari Prof. Dr. Muhammad Mustafa Azami, 1994).
  5. Kritik Hadits (1995).
  6. Bimbingan Islam untuk Pribadi dan Masyarakat (Alih Bahasa dari Muhammad Jamil Zainu, Saudi Arabia, 1418 H).
  7. Sejarah dan Metode Dakwah Nabi (1997).
  8. Peran Ilmu Hadits dalam Pembinaan Hukum Islam (1999).




C.     Corak Pemikiran dan Pemahaman Ulum al- Hadits Indonesia[11]
Seluruh karya ditulis para pemerhati hadits di Indonesia, dari awal sampai sekarang , baik bersifat utuh maupun yang berupa makalah-makalah yang sudah ditebitkan dan terjemahan-terjemahan, memperlihatkan secara jelas corak pemikiran pemerhati Ulum al-Hadits. Pemikiran Ulum al-Hadits dengan perjalanan sejarah dan peran ulamanya telah mengalami perkembangan tanpa henti dengan metodologi tersendiri dan secara sinergis-akumulatif makin menemukan momentumnya.
Karya-karya Ulum al- Hadits di Indoesia banyak di latarbelakangi oleh keperluan akademis, kecuali karya Syekh Mahudz daripada kebutuhan untuk membrikan informasi yang utuh tentang  ulum al- hadits, sebagaimana telah dilakukan ulama hadits terdahulu. Oleh sebab itu karakteristik Ulum al-Hadits di Indonesia lebih banyak bersifat pengantar daripada pembahasan apalagi bersifat analisis.

Pergegeseran pemikiran Ulum al-Hadits di Indonesia sendiri, meliputi dua bagian,
1.      Pergesan  dalam Manhaj
Pergeseran manhaj penyusunan buku Ulum al-Hadits di Indonesia, bila dihubungkan dengan karya ulum al-Hadits sebelumnya ada kecenderungan  bahwa Manhaj Ulum al-hadits Indonesia mengikuti kecenderungan karya ulum al-ahadits periode modern. Pengaruh manhaj modern disebabkan adanya persamaan dalam bentuk tujuan pembukuan, yaitu sebagai dasar acuan untuk pembelajaran materi ulum al-hadits. Karya ‘Ulum al-hadits Indonesia mengalami pergeseran  dari segi manhaj antara satu dan yang lainya Sebagai contoh adalah karya Hasby.
Susunan materi yang dibahas karya Ulum al-Hadits di Indonesia tidak sama satu dengan yang lainya. Ada yang penyajian sejrah perkembangan hadits, seperti karya Utang dan Hasby, ada yang mendahulkan  penejlasan istilah hadits serta kedudukanya, kemudian tentang sejarah perkembangan  dan pembukuan  hadits, seperti yang dilakukan karya Mahmud Yunus, Fatchur Rahman ,Syuhudi dan Utang dan Mundzier. Selain itu karya A. Qadir Hasan berbeda dengan lainya karena dalam pembahasannya tidak ada sejarah  tetapi langsung musthalah sehingga susunan  penyajian pun hanya diberi pengantar tentang istilah  umum  ilmu hadits.
2.      Pergeseran dalam Pengembangan  Cabang Ulum al- Hadits
Pemikran untuk mengembangkan cabang-cabang Ulum al-hadits, dari pemerhati ulama hadits Indonesia tidak tampak dalam karyanya. Akan tetapi  bila dilihat dari satu buku yang berjudul Pengembangan Pemikiran terhadap Hadits, ada yang berkontribusi terhadap pengembangan pemikiran  ulum al-hadits khususnya  yang berkaitan dengan pemahaman  matan hadits.
Dari karya Ulum al-hadits diatas, semua cabang Ulum al-hadits yang ditawarkan masih mengikuti  apa yang telah  dikemukakan  oleh ulama sebelumnya. Hanya karya A.Qadir Hasan , Fatchur Rahman dan Hasby dalam Ilmu Dirayah yang memberikan bagia terbesar  untuk membahas seluruh  istilah yang telah  ada sebelumnya. Dari analisis terhadap pemikiran Ulum al-Hadits di Indonesia cenderung memenuhi kebetuhan pembelajaran daripada untuk membahas secara khusus dan komperehensif.
Isi buku-buku Ulum al-hadits lebih banyak ringkasan dan interpretasi penyusun  buku-buku yang sebelumnya. Jadi , bukan merupakan karya orisinil dari penulisnya seperti A. Qadir Hasan  dan buku karya Fatchur Rahman. Penulis buku Ulum al-hadits di Indonesia lebih banyak menginterpretasi buku-buku sebelumnya dengan memberikan  contoh-contoh dari setiap bagian pembahasan yang didasarkan  pada kebutuhan pembelajaran , seperti karya Hasby, Utang dan Syuhudi.
D.    Kesimpulan
Literatur Ulum al- Hadits dari periode awal  sampai sekarang mengalami perubahan, baik dari segi pemahaman  materi , manhaj penyusunan maupun pengembangan cabang kajian Ulum al-Hadits. Dalam mengkaji hadits Nabi SAW ulama hadits Indonesia diatas sangat memperhatikan sekali terhadap keshahihan suatu hadits tertentu. Sebagai ilmuan hadits ulama hadits telah banyak meluangkan dalam menelaah dan meneliti baik, rawi,sanad dan matan bahkan sejarah hadits sendiri.

Daftar Pustaka
1.      Muhammad Dede Rudliyana, M.A Perkekmbangan Pemikiran Ulum Al-hadits dari Klasik Hingga Modern ( Pustaka Setia Bandung, 2004 )
2.      Zulfahmi Alwi, Pemikiran Hadits Muhammad Syuhudi Ismail, Al- Fikr Volume 16 Nomor 2 Tahun 2012
3.       M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadits Nabi ( Jakarta, PT. Bulan Bintang,1991




[1] Muhammad Dede Rudliyana, M.A Perkekmbangan Pemikiran Ulum Al-hadits dari Klasik Hingga Modern ( Pustaka Setia Bandung, 2004 ) hal. 9
[2] Perkembangan Pemikiran Ulum Al- Hadits dari Klasik Hingga Modern ha. 133
[3] H. M. Bibit Suprapto Ensiklopedi Ulama Nusantara GMI Jakarta hal. 464

[4] H. M. Bibit Suprapto Ensiklopedi Ulama Nusantara GMI Jakarta hal. 368
[5] Muhammad Dede Rudliyana, M.A Perkekmbangan Pemikiran Ulum Al-hadits dari Klasik Hingga Modern ( Pustaka Setia Bandung, 2004 ) hal. 139
[6] Muhammad Dede Rudliyana, M.A Perkekmbangan Pemikiran Ulum Al-hadits dari Klasik Hingga Modern ( Pustaka Setia Bandung, 2004 ) hal. 142
[7] H. M. Bibit Suprapto ,Ensiklopedia Ulama Nusantara, GMI Jakarta, hal. 184
[8] Muhammad Dede Rudliyana, M.A Perkekmbangan Pemikiran Ulum Al-hadits dari Klasik Hingga Modern ( Pustaka Setia Bandung, 2004 )hal.  143
[9] Zulfahmi Alwi, Pemikiran Hadits Muhammad Syuhudi Ismail, Al- Fikr Volume 16 Nomor 2 Tahun 2012
[10]  M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadits Nabi ( Jakarta, PT. Bulan Bintang,1991
[11]  Muhammad Dede Rudliyana, M.A Perkekmbangan Pemikiran Ulum Al-hadits dari Klasik Hingga Modern ( Pustaka Setia Bandung, 2004 ) hal. 147

Labels: Karya Tulis

Thanks for reading Tokoh Hadits Indonesia- Guntur Gumelar. Please share...!

0 Comment for "Tokoh Hadits Indonesia- Guntur Gumelar"

Back To Top