Distribusi Harta Dalam Pandangan Hadits

Makalah Tentang Pendistribusian Harta
oleh: Guntur Gumelar


 PENDHULUAN
1.         Latar Belakang
Indonesia adalah sebuah negara yang dikaruniai kekayaan alam yang luar biasa hebatnya. Namun demikian, kondisi ini tidak  termanfatkan dengan baik sehingga yang terjadi justru sebaliknya. Dimana-mana kita menyaksikan  fenomena-fenomena alam tak terkendali. Melihat kondisi sedemikin parah dan akutnya yang dialami oleh bangsa kita yang tercinta ini.
Dalam angka mengurangi kesenjangan pendapatan dan kekayaaan dalam Islam  pengaktifan sistem ( ekonomi) Islam melalui Zakat, Shadaqah, Waqaf dan Shadaqah dengan pengelolaan (manajemen) profesional merupakan alternatif yang terbaik dan solutif karena instrumen ini langsung produk dari Allah Swt. Yang tertulis dalam wahyu-Nya. Dengan demikian bila pendistribusian zakat efektif apalagi ditambah dengan shadaqah, waqaf, dan nafaqah maka akan hebatlah sistem ekonomi Islam khususnya model pegalihan(distribusi) kekayaan.
2.      Rumusan Masalah
a)      Bagaimana  pendistribusian harta melalui Zakat, Shadqah, Waqaf dan Nafaqah ?
b)      Bagaimana dampak dari adanya Pendistribusian yang efektif terhadap harta tersebut ?
3.      Tujuan
a)      Menjelasken pengertian zakat,shadaqah,waqaf dan nafaqah.
b)      Menjelaskan bagaimana pendistribusian harta tresebut sesuai dengan sistem ekonomi Islam.




B.     PEMBAHASAN
a)      Perintah Pendistribusian Harta, Zakat, Shadaqah, Wakaf dan Nafaqah
1.      Hadits Zakat
بني الاسلا م على خمس شها دة ان لا اله الا الله و ان محمدا رسول الله
  واقا م الصلاة وايتا ء الزكا ة والحج وصوم رمضا ن
Artinya: Islam dibangun di atas lima pilar : kesaksian bahwa tiada tuhan melainkan Allah dan Muhmmad adalah utusan Allah mendiriakan shalat , menunaikan zakat, haji dan puasa Ramadhan[1].
2.      Hadits Penguat
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar , Rassulullah Saw bersabda:
امرت ان اقا تل الناس حتى يشهد ان لا اله الا الله وان محمدا رسول الله ويقيمو الصلاة ويؤ ت الزكا ت فادا فعلوا ذالك عصموامني دماءهم و اموالهم الا بحق الا سلام وحسا بهم على الله.
Aku diperintahkan untuk memerangi orang-orang ampai mereka bersaksi bahwa tiada tuhan melainkan Allah dan Muhammad utusan Allah , mendidrikan shalat , dan menuankan zakat . jika mereka melakukananya maka darah dan harta mereka terjaga dariku , kecuali dengan hak Islam dan pertanggungan merka diserahkan kepada Allah[2].

كتا ب الزكاة با ب ما تجب فيه  الزكا ة( كتا ب المو الطاء –امام ما لك رواية  يحيى الليشي )
577 - حدثني عن مالك عن عمرو بن يحيى المازني عن أبيه أنه قال سمعت أبا سعيد الخدري يقول قال رسول الله صلى الله عليه و سلم :ليس فيما دون خمس ذود صدقة وليس فيما دون خمس أواق صدقة وليس فيما دون خمسة أوسق صدقة
Hadits Shodaqoh:

ما من عبد مسلم يتصدق بصدقة من كسب طيب ولا يقبل الله
 الا كا ن الله اخذها بيمنه فيريها كما يربي الرجل فصيله

Artinya: “ Tidak ada seorang hamba  muslim yang bersedekah dari pengahsilan yang baik. Semetara Allah tidak menerima kecuali yang baik saja , kecuali Allah akan mengambilnya dengan tangan kanan-Nya lalu merawatnya sebagaimana seorang kalian merawat anak kudanya”[3]

Dalam hadits lain Rasulullah Saw pernah ditanya, sedekah bagaimana yang paling afdhal ? beliau menjawab, Bersedakhlah selagi kau masih sehat dan bersemangat, masih engharapkan kebertahanan( benda yang kausedehkankan ) dan menghawatirkan  kehilanganya dan tidak menunda-nundanya hingga nyawa sampai tenggorkan lalu baru kau katakan : untuk fulan segini dan untuk si fulan segini, padahal ia telah menjadi milik si fulan.[4]

Adapun korelasi dengan ayat Alqur’an:
وَيُطْعِمُونَالطَّعَامَعَلَىحُبِّهِمِسْكِينًاوَيَتِيمًاوَأَسِيرًا (٨)
Artinya: Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan.
Umar bin Abdul Aziz megatakan “shalat mengantarmu setengah jalan puasa mengantarkanmu kedepan pintu Al-Malik( Sang Maha Raja) dan sedekah memasukanmu ke hadapan-Nya.

3.                  Kosa Kata
a.     وايتا ء الزكا ة“ menunaikan Zakat “
b.    الا بحق الا سلام“ kecuali dengan hak Islam”
c.     يتصدق “ bersedekah “
d.    بيمينه“ tangan kanan-Nya “
4.      Status Hadits
a)      Analisis ketersambungan Sanad
1.      Ahmad bin Nashr bin Malik bin Al Haitsum bin Auf bin Wahab bin Umairoh bin Hajir bin Umair Al Hujai, ia lahir pada tahun 231 H derajatnya Tsiqoh.
2.      Umaroh bin Abi Hasan Al Anshori Al Mazani Al Madani, beliau adalah Tsiqoh.
3.      Abu Said Al Khudri, namanya Said bin Malik bin Sinan bin Ubaid bin Tsa’labah bin Uyaid bin Al Abjar ia lahir  pada tahun 74 H di Madinah, ia derajatnya adalah Shohabi ia meriwayatkan hadits dari Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Abi Daud, Nasa’i dan Ibnu Majah.
b)      Analisis Keadailan Perawi dan kedhabitan perawi
Berdasarkan jarh ta’dil dari para ulama muhadits kualitas dari para perawi hadits diatas yakni memiliki derajat tsiqoh, sehingga hadits ini memiliki kriteria hadits yang rawinya adil dan dhobit dibutikan dengan penilaian para ulama.
c). Analisis kesyadzan Sanad
Dalam hadits dapat diketahui kesyadan sanad yakni melalui penelususran riwayat dari berbagai jalur. Berdasrkan penelusuran yang ditemui terdapat dalam kitab Shahih Muslim bab laisa fima duna homsati ausaq sodaqah, Kitab Muatho Imam Malik ( كتا ب الزكاة با ب ما تجب فيه  الزكا ة)
d). Analisis ke Ilatan Sanad
Berdasarkan analisis terhadap keadilan kedhabitan para perawi ‘Illat dalam sanad dapat diketahui melalui penilaian terhadap para perawi tersebut, dengan menyatakan dalam lafadz-lafadz Tsiqoh
5.      Analisis Kualitas matan
Korelasi ayat Alqura’an
وَأَقِيمُواالصَّلاةَوَآتُواالزَّكَاةَوَارْكَعُوامَعَالرَّاكِعِينَ (٤٣)
Artinya : Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'.[5]
Hukum Zakat didalam Alquran masih bersifat Mujmal (global), tanpa pejelasan detail mngenai ktentuan  orang yang mnegeluarkan zakat, berapa yang ajib dizakati , apa saja yang ajib dizakati, lalu datanglah sunnah yang bertugas menjelakan hal tersebut secara rinci[6]
Kandungan dan Hikmah  hadits
Zakat dan shadaqah merupakan dua hal yang salng berdampingan, oleh sebab itu dalam proses pendidtribusian keduanya sanagtalah penting dan bahkan menjadi ampuh dan efektif dalam mengairkan kekayaan secara adil dan merata.  Salah satu pakar  Mabid Ali jahri yang mencoba membuat model makro ekonomi yang memasukan variabel zakat untuk membuktikan dampak sistem ekonomi yang mengandung  prinsip distribusi  pendapatan terhadap pertumbuhan ekonomi.[7]Bayak hal mengenai pendidistribusian zakat,shadaqah, apakah distribusi zakat dan shadaqah harus meliputi kedelapan golongan terebut secara meyeluruh atau tidak.[8]
Oleh sebab itu Zakat, shadaqah harus kita ingat, dengan adanya hal tersebut harta yang kita keluarkan bisa mendapat berkah dan memberikan suat pelajaran kepada orang-orang yang enggn mengelurakan sebagian harta. Adapun hikmah yang terkandung diantaranya, perwujudan iman kepada Allah, merupakan hak bagi mustahik, pilar jamai’ antara kelompok Agniya yang berkecukupan hidupnya sebagai salah satu sumber bagi pembangunan saran maupun prasaran yang dimiliki umat Islam, memasyaratkan etika bisnis yang benar dan sisi pembangunan kesejahteraan umat.[9]
Di antara hikmah disyari'atkannya zakat adalah :
a.       Menguatkan rasa kasih sayang antara si kaya dengan si miskin. Hal ini dikarenakan fitrahnya jiwa manusia adalah senang terhadap orang yang berbuatkebaikan (berjasa kepadanya).
b.      Mensucikan dan membersihkan jiwa serta menjauhkan dari sifat kikir dan bakhil. Membiasakan seorang muslim untuk memiliki sifat belas kasihan. Memperoleh keberkahan, tambahan dan ganti yang lebih baik dari Allah Ta'ala.
c.       Sebagai ibadah kepada Allah Ta'ala  (lihat Risalah Fi Zakat oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz).


Pembahasa Tema
Zakat berarti suci( mensucikan) baik berkah, berkembang dan memperbaiki, sedangkan menut istilah syara ialah nama bagi sejumlah harta tertentu yang telah mncapai syarat tertentu yang diwajibkan oleh Allah untuk dikeluarkan sebahagianya  dan diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan  tertentu pula.
Dalam teori mikro moneter mengenai Zakat adalah Pajak(pembayaran) tahunan bercorak khusus yang dipungut dai harta bersih seseorang yang harus dikumpulkan  negara dan dipergunakan untuk tujuan-tujua khusus. Teruama bagi corak jaminan sosial. Zakat tidak mengurangi besarnya permintaan dan bahkan bisa meningkatkan jumlahnya , tergantug pada bentuk fungsi konsumsi  yang kita gunakan  dan pada pengalokasiaa dana-dana zakat itu sendiri.[10]
A.    Zakat Profesi[11]
Salahsatu fenomena yang menonjol dari dunia perekonomian  modern adalah semakin kecil keerlibatan langsung sumberdaya manusia dalam sektr  produksi dan semakin besarnya sektor jasa. Tak heran jika kemudian zakat profesi menjadi kajian yang menarik bagi para ulama saat ini.
Zakat profesi adalah buah dari hasil kerja keras menguras otak dan keringat yang dilakukakn oleh setiap orang.hal ini dapat dikategorikan  sejumlah  pendapatan yang termasuk kedalam kategori zakat profesi,seperti:
1.      Pendapatan dari hasil kerja pada sebuah instansi, pendapatan yang dihasilkan bersifat aktif atau denga kata lain  relatif  ada pemasukan /pendapatan pasti dengan jumlah yang reltif sama diterima secara periodik( biasanya perbulan)
2.      Pendapatan dari hasil  kerja profsional  pada bidang pendidikan , keterampilan dan kejuruan tertentu dimana sipekerja mengandalkan kemampuan/keterampilan pribadinya. Pedapatan ini berifat pasif, tidak ada ketentuan pasti penerimaan pendapatan pada setiap periode tertetu.
Ruang lingkup zakat profesi adalah  seluruh pendapatan yang dihasilkan seseorang yang basanya berentuk gaji. Megenai zakat profesi sendiri untuk menetahui berapa nisab yang wajib dikeluarkan. Para ahli fiqih berpendapat bahwa nisab zakt pofesi di- qiyaskan (analogikan) dengan nisab aset wajib zakat keuangan yaitu 85 gram emas atau 200 dirham perak dengan syarat kepemilikanya telah memenuh kesempurnaan masa haol.
Sedangkan pendapatan dari hasil kerja profesi (pasif) para puqaha berpendapat nisab zakatnya dapat di qiyas-kan (analogikan)  dengan zakat perkebunan dan pertanian yaitu 750 kg [12]beras ( 5 sha ) dan benih hasi pertanan  da dalam hal tidak disyarakan kepemilikan satu tahun ( tidak memerlukan masa haul). Hanya saja setelah keluarnya UU  Nomor 17 tahun 2000 yang diberlakukan  mulai tahun 2001  tentang perubahan  ketiga atas UU nomor 7 tahun  1983 tentang pajak pengahsilan ( pasal 4 ayat 3), maka  kewajibanya zakat dari engahsilan profesional jeis ini harus dikalikan sebesar 2.5% sebagai tarif  setiap akhir masa haul. Hal ini dikarenakan UU  tersebut tidak secara jelas  mendefinisikan  penghasilan  dari aset wajib zakat yang dimaksud.
Presentase volume zakat profesi
Presenase yang dikeluarkan dari pendapatan hasil  keraj profesi  relatif dengan ketentuan sebagai berikut: untuk zakat pendapatan aktif presentase dikeluarkan 2,5% dari sisa aset simpanan dan telah mencapai nisab pada akhi masa haul, sedangkan untuk zakat profesi pendapatan pasif yaiu 10% dari hasil  total pendapatan  kotor 5% dari pendapatan bersih setelah dipotong  pengeuaran untuk kebutuhan primer dan operasional.
Mengenai shadaqah sendiri artinya benar jadi orang bersedekah adalah orang yang benar. Dalam terminologi islam orang yang suka bersedeka itu adalah orang yang pengakuan imanya kepada Allah . pengertian sesungguhnya  sama dengan pengertian infaq.[13] Jadi jangan pernah kau tinggalkan sedekah  hanya karna takut jatuh miskin atau berkurang harta kekayaanmu.[14]
Hendaknya sedekah harus dengan yang baik , thayyib berarti sesuatu yang baik dan disukai. Sebagaimana Allah berfirman:
$ygƒr'¯»tƒtûïÏ%©!$#(#þqãZtB#uä(#qà)ÏÿRr&`ÏBÏM»t6ÍhŠsÛ$tBóOçFö;|¡Ÿ2!$£JÏBur$oYô_t÷zr&Nä3s9z`ÏiBÇÚöF{$#(Ÿwur(#qßJ£Jus?y]ŠÎ7yø9$#çm÷ZÏBtbqà)ÏÿYè?NçGó¡s9urÏmƒÉÏ{$t«Î/HwÎ)br&(#qàÒÏJøóè?ÏmÏù4(#þqßJn=ôã$#ur¨br&©!$#;ÓÍ_xîîŠÏJymÇËÏÐÈ
267. Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
Dengan kata lain berinfaklah dari harta kekayaanmu uyang masih baik, dan jangan pilh barang yang sudah buruk untuk di infakan  tanpa mengikutkan yang yang masih baik. Penulis fathul Mu’in mengatakan: bersedekah beberapa sen dan baju bekas yang sudah lusuh tidak terpakai tidak dapat disebut sebagai bersedekah, sementara Ibnu hajar menyatakan bahwa sunnah hukumnya bersedekah dengan baju yang masih baru selama ia memiliki baju itu. Ali bin Abi Thalib ra mengatakan “ Jangan malu memberi sesuatu yang sedikit, daripada tidak sama sekali” bersedekah yang sedikit namun dilakukan oleh orang yang serba kekurangan dan membutuhkan  jauh lebih afdhal (utama) disisi Allah daripada sedekah banyak dari orang kaya.

A.    Hadits utama
حَدَّثَنَانَصْرُبْنُعَلِيٍّالْجَهْضَمِيُّحَدَّثَنَامُعْتَمِرُبْنُسُلَيْمَانَعَنْابْنِعَوْنٍعَنْنَافِعٍعَنْابْنِعُمَرَقَالَ
أَصَابَعُمَرُبْنُالْخَطَّابِأَرْضًابِخَيْبَرَفَأَتَىالنَّبِيَّصَلَّىاللَّهُعَلَيْهِوَسَلَّمَفَاسْتَأْمَرَهُفَقَالَيَارَسُولَاللَّهِإِنِّيأَصَبْتُمَالًابِخَيْبَرَلَمْأُصِبْمَالًاقَطُّهُوَأَنْفَسُعِنْدِيمِنْهُفَمَاتَأْمُرُنِيبِهِفَقَالَإِنْشِئْتَحَبَّسْتَأَصْلَهَاوَتَصَدَّقْتَبِهَا
قَالَفَعَمِلَبِهَاعُمَرُعَلَىأَنْلَايُبَاعَأَصْلُهَاوَلَايُوهَبَوَلَايُورَثَتَصَدَّقَبِهَالِلْفُقَرَاءِوَفِيالْقُرْبَىوَفِيالرِّقَابِوَفِيسَبِيلِاللَّهِوَابْنِالسَّبِيلِوَالضَّيْفِلَاجُنَاحَعَلَىمَنْوَلِيَهَاأَنْيَأْكُلَهَابِالْمَعْرُوفِأَوْيُطْعِمَصَدِيقًاغَيْرَمُتَمَوِّلٍ[15]
B.      Hadits penguat
حَدَّثَنَاعَلِيُّبْنُحُجْرٍأَخْبَرَنَاإِسْمَعِيلُبْنُجَعْفَرٍعَنْالْعَلَاءِبْنِعَبْدِالرَّحْمَنِعَنْأَبِيهِعَنْأَبِيهُرَيْرَةَرَضِيَاللَّهُعَنْهُ
أَنَّرَسُولَاللَّهِصَلَّىاللَّهُعَلَيْهِوَسَلَّمَقَالَإِذَامَاتَالْإِنْسَانُانْقَطَعَعَمَلُهُإِلَّامِنْثَلَاثٍصَدَقَةٌجَارِيَةٌوَعِلْمٌيُنْتَفَعُبِهِوَوَلَدٌصَالِحٌيَدْعُولَهُ
قَالَأَبُوعِيسَىهَذَاحَدِيثٌحَسَنٌصَحِيحٌ
حَدَّثَنَاقُتَيْبَةُبْنُسَعِيدٍحَدَّثَنَامُحَمَّدُبْنُعَبْدِاللَّهِالْأَنْصَارِيُّحَدَّثَنَاابْنُعَوْنٍقَالَأَنْبَأَنِينَافِعٌعَنْابْنِعُمَرَرَضِيَاللَّهُعَنْهُمَاأَنْعُمَرَبْنَالْخَطَّابِأَصَابَأَرْضًابِخَيْبَرَفَأَتَىالنَّبِيَّصَلَّىاللَّهُعَلَيْهِوَسَلَّمَيَسْتَأْمِرُهُفِيهَافَقَالَيَارَسُولَاللَّهِإِنِّيأَصَبْتُأَرْضًابِخَيْبَرَلَمْأُصِبْمَالًاقَطُّأَنْفَسَعِنْدِيمِنْهُفَمَاتَأْمُرُبِهِقَالَإِنْشِئْتَحَبَسْتَأَصْلَهَاوَتَصَدَّقْتَبِهَاقَالَفَتَصَدَّقَبِهَاعُمَرُأَنَّهُلَايُبَاعُوَلَايُوهَبُوَلَايُورَثُوَتَصَدَّقَبِهَافِيالْفُقَرَاءِوَفِيالْقُرْبَىوَفِيالرِّقَابِوَفِيسَبِيلِاللَّهِوَابْنِالسَّبِيلِوَالضَّيْفِلَاجُنَاحَعَلَىمَنْوَلِيَهَاأَنْيَأْكُلَمِنْهَابِالْمَعْرُوفِوَيُطْعِمَغَيْرَمُتَمَوِّلٍقَالَفَحَدَّثْتُبِهِابْنَسِيرِينَفَقَالَغَيْرَمُتَأَثِّلٍمَالًا[16]


C. Kosa-kata Hadits                                  
-aku mendapatkan                   :                       أَصَبْتُ
-paling aku sukai                     :                       أَنْفَسُ
-engkau pegang                       :                       حَبَّسْتَ
-yang mengurusinya                :                  وَلِيَهَا
-tanpa mengkomersilkannya: مُتَمَوِّلٍغَيْرَ
D.Status Hadits
1.Analisis kualitas sanad
a.analisis ketersambungan sanad
1.Nama Lengkap : Nashr bin 'Ali bin Nashr bin Shubhan
Kalangan : Tabi'ut Tabi'in kalangan tua
Kuniyah : Abu 'Amru
Negeri semasa hidup : Bashrah
Wafat : 250 H
Ibnu Hajar al 'Asqalani   tsiqah tsabat[17]
2.Nama Lengkap : Mu'tamir bin Sulaiman bin Thurkhan
Kalangan : Tabi'in kalangan pertengahan
Kuniyah : Abu Muhammad
Negeri semasa hidup : Bashrah
Wafat : 187 H
Ibnu Hajar al 'Asqalani   Tsiqah[18]
3.Nama Lengkap : Abdullah bin 'Aun bin Arthaban
Kalangan : Tabi'in (tdk jumpa Shahabat)
Kuniyah : Abu 'Aun
Negeri semasa hidup : Bashrah
Wafat : 150 H
Ibnu Hajar Al Atsqalani tsiqah tsabat fadlil[19]
4.Nama Lengkap : "Nafi', maula Ibnu 'Umar "
Kalangan : Tabi'in kalangan biasa
Kuniyah : Abu 'Abdullah
Negeri semasa hidup : Madinah
Wafat : 117 H
Yahya bin Ma'in   Tsiqah
Al 'Ajli Tsiqah
An Nasa'i         Tsiqah
Ibnu Kharasy   Tsiqah[20]
5.Nama Lengkap : Abdullah bin 'Umar bin Al Khaththab bin Nufail
Kalangan : Shahabat
Kuniyah : Abu 'Abdur Rahman
Negeri semasa hidup : Madinah
Wafat : 73 H
IbnuHajar Al Atsqalani           Shahabat[21]

b. analisiske’adilan dan kedhabithanperawi
c. analisiskesyadzansanad
d. analisiske’illatansanad
2. Analisiskualitasmatan
E. Korelasidenganayat al-Qur’an
Secara umum tidak terdapat ayat al-Quran yang menerangkan konsep wakaf secara jelas.  Oleh karena wakaf termasuk infaq fi sabilillah, makadasar yang digunakan para ulama dalam menerangkan konsep wakaf ini didasarkan pada keumuman ayat-ayat al-Quran yang menjelaskan tentang infaq fi sabilillah. Di antara ayat-ayat tersebut antara lain:
يَاأَيُّهَاالَّذِينَآمَنُواْأَنفِقُواْمِنطَيِّبَاتِمَاكَسَبْتُمْوَمِمَّاأَخْرَجْنَالَكُممِّنَالأَرْضِوَلاَتَيَمَّمُواْالْخَبِيثَمِنْهُتُنفِقُونَوَلَسْتُمبِآخِذِيهِإِلاَّأَنتُغْمِضُواْفِيهِوَاعْلَمُواْأَنَّاللّهَغَنِيٌّحَمِيدٌ -٢٦٧-
“Hai orang-orang yang beriman! Nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usaha kamu yang baik-baik, dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.” (Q.S. al-Baqarah (2): 267)
لَنتَنَالُواْالْبِرَّحَتَّىتُنفِقُواْمِمَّاتُحِبُّونَوَمَاتُنفِقُواْمِنشَيْءٍفَإِنَّاللّهَبِهِعَلِيمٌ -٩٢-
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian dari apa yang kamu cintai.” (Q.S. Ali Imran (3): 92)
مَّثَلُالَّذِينَيُنفِقُونَأَمْوَالَهُمْفِيسَبِيلِاللّهِكَمَثَلِحَبَّةٍأَنبَتَتْسَبْعَسَنَابِلَفِيكُلِّسُنبُلَةٍمِّئَةُحَبَّةٍوَاللّهُيُضَاعِفُلِمَنيَشَاءُوَاللّهُوَاسِعٌعَلِيمٌ -٢٦١-
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir. Pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi sesiapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. al-Baqarah (2): 261)
Ayat-ayat tersebut di atas menjelaskan tentang anjuran untuk menginfakkan harta yang diperoleh untuk mendapatkan pahala dan kebaikan. Di samping itu, ayat 261 surat al-Baqarah telah menyebutkan pahala yang berlipat ganda yang akan diperoleh orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah.
F. Korelasi dengan hadits lain
حَدَّثَنَاعَلِيُّبْنُحُجْرٍأَخْبَرَنَاإِسْمَعِيلُبْنُجَعْفَرٍعَنْالْعَلَاءِبْنِعَبْدِالرَّحْمَنِعَنْأَبِيهِعَنْأَبِيهُرَيْرَةَرَضِيَاللَّهُعَنْهُ
أَنَّرَسُولَاللَّهِصَلَّىاللَّهُعَلَيْهِوَسَلَّمَقَالَإِذَامَاتَالْإِنْسَانُانْقَطَعَعَمَلُهُإِلَّامِنْثَلَاثٍصَدَقَةٌجَارِيَةٌوَعِلْمٌيُنْتَفَعُبِهِوَوَلَدٌصَالِحٌيَدْعُولَهُ
قَالَأَبُوعِيسَىهَذَاحَدِيثٌحَسَنٌصَحِيحٌ
 Hadis lain yang menjelaskan wakaf adalah hadis yang diceritakan oleh imam Muslim dari Abu Hurairah. Nas hadis tersebut adalah; “Apabila seorang manusia itu meninggal dunia, maka terputuslah amal perbuatannya kecuali dari tiga sumber, yaitu sedekah jariah (wakaf), ilmu pengetahuan yang bisa diambil manfaatnya,  dan anak soleh yang mendoakannya.”
Selain dasar dari al-Quran dan Hadis di atas, para ulama sepakat (ijma’) menerima wakaf sebagai satu amal yang disyariatkan dalam Islam. Tidak ada orang yang dapat menafikan dan menolak amalan wakaf dalam Islam karena wakaf telah menjadi amalan yang senantiasa dijalankan dan diamalkan oleh para sahabat Nabi dan kaum Muslimim sejak masa awal Islam hingga sekarang.
G. Kandungan Hadits

H. Hikmah yang terkandung dalam Hadits
Hikmah yang terkandung dalam Hadits adalah sebagai berikut:
  1. Melaksanakan perintah Allah Swt untuk selalu berbuat baik.
  1. Memanfaatkan harta atau barang tempo yang tidak terbatas.Untuk kepentingan diri sendiri sebagai sedekah jariah dan untuk kepentingan masyarakat Islam sebagai upaya dan tanggung jawab kaum muslimin.
  1. Mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi.Wakaf  biasanya diberikan kepada badan hukum yang bergerak dalam bidang sosial kemasyarakatan. Hal ini sesuai dengan kaidah usul fiqih berikut ini.
I. Pembahasan Tema
1. Pengertian dan Hukum Wakaf
Ditinjau dari segi bahasa wakaf berarti menahan. Sedangkan menurut istilah syara’, ialah menahan sesuatu benda yang kekal zatnya, untuk diambil manfaatnya untuk kebaikan dan kemajuan Islam. Menahan suatu benda yang kekal zatnya, artinya tidak dijual dan tidak diberikan serta tidak pula diwariskan, tetapi hanya disedekahkan untuk diambil manfaatnya saja.
Ada beberapa pengertian tentang wakaf antara lain:
Pengertian wakaf menurut mazhab syafi’i dan hambali adalah seseorang menahan hartanya untuk bisa dimanfaatkan di segala bidang kemaslahatan dengan tetap melanggengkan harta tersebut sebagai taqarrub kepada Allah ta’alaa.
Pengertian wakaf menurut mazhab hanafi adalah menahan harta-benda sehingga menjadi hukum milik Allah ta’alaa, maka seseorang yang mewakafkan sesuatu berarti ia melepaskan kepemilikan harta tersebut dan memberikannya kepada Allah untuk bisa memberikan manfaatnya kepada manusia secara tetap dan kontinyu, tidak boleh dijual, dihibahkan, ataupun diwariskan.
Pengertian wakaf menurut imam Abu Hanafi adalah menahan harta-benda atas kepemilikan orang yang berwakaf dan bershadaqah dari hasilnya atau menyalurkan manfaat dari harta tersebut kepada orang-orang yang dicintainya. Berdasarkan definisi dari Abu Hanifah ini, maka harta tersebut ada dalam pengawasan orang yang berwakaf (wakif) selama ia masih hidup, dan bisa diwariskan kepada ahli warisnya jika ia sudah meninggal baik untuk dijual atau dihibahkan. Definisi ini berbeda dengan definisi yang dikeluarkan oleh Abu Yusuf dan Muhammad, sahabat Imam Abu Hanifah itu sendiri.
Pengertian wakaf menurut mazhab maliki adalah memberikan sesuatu hasil manfaat dari harta, dimana harta pokoknya tetap/lestari atas kepemilikan pemberi manfaat tersebut walaupun sesaat.
Dari definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa wakaf itu termasuk salah satu diantara macam pemberian, akan tetapi hanya boleh diambil manfaatnya, dan bendanya harus tetap utuh. Oleh karena itu, harta yang layak untuk diwakafkan adalah harta yang tidak habis dipakai dan umumnya tidak dapat dipindahkan, mislanya tanah, bangunan dan sejenisnya. Utamanya untuk kepentingan umum, misalnya untuk masjid, mushala, pondok pesantren, panti asuhan, jalan umum, dan sebagainya.
Hukum wakaf sama dengan shadaqah jariyah. Sesuai dengan jenis amalnya maka berwakaf bukan sekedar berderma (sedekah) biasa, tetapi lebih besar pahala dan manfaatnya terhadap orang yang berwakaf. Pahala yang diterima mengalir terus menerus selama barang atau benda yang diwakafkan itu masih berguna dan bermanfaat. Hukum wakaf adalah sunah.
Harta yang diwakafkan tidak boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan. Akan tetapi, harta wakaf tersebut harus secara terus menerus dapat dimanfaatkan untuk kepentingan umum sebagaimana maksud orang yang mewakafkan.
2. Syarat dan Rukun Wakaf
a. Syarat Wakaf
Syarat-syarat harta yang diwakafkan sebagai berikut:
1) Diwakafkan untuk selama-lamanya, tidak terbatas waktu tertentu (disebut takbid).
2) Tunai tanpa menggantungkan pada suatu peristiwa di masa yang akan datang. Misalnya, “Saya wakafkan bila dapat keuntungan yang lebih besar dari usaha yang akan datang”. Hal ini disebut tanjiz
3) Jelas mauquf alaih nya (orang yang diberi wakaf) dan bisa dimiliki barang yang diwakafkan (mauquf) itu
b. Rukun Wakaf[22]
1) Orang yang berwakaf (wakif), syaratnya;
a. kehendak sendiri
b. berhak berbuat baik walaupun non Islam
2) sesuatu (harta) yang diwakafkan (mauquf), syaratnya;
a. barang yang dimiliki dapat dipindahkan dan tetap zatnya, berfaedah saat diberikan maupun dikemudian hari
b. milik sendiri walaupun hanya sebagian yang diwakafkan atau musyarakah (bercampur dan tidak dapat dipindahkan dengan bagian yang lain).
3) Tempat berwakaf (yang berhak menerima hasil wakaf itu), yakni orang yang memilki sesuatu, anak dalam kandungan tidak syah.
4) Akad, misalnya: “Saya wakafkan ini kepada masjid, sekolah orang yang tidak mampu dan sebagainya” tidak perlu qabul (jawab) kecuali yang bersifat pribadi (bukan bersifat umum)
3. Harta yang Diwakafkan
Wakaf meskipun tergolong pemberian sunah, namun tidak bisa dikatakan sebagai sedekah biasa. Sebab harta yang diserahkan haruslah harta yang tidak habis dipakai, tapi bermanfaat secara terus menerus dan tidak boleh pula dimiliki secara perseorangan sebagai hak milik penuh. Oleh karena itu, harta yang diwakafkan harus berwujud barang yang tahan lama dan bermanfaat untuk orang banyak, misalnya:
a. sebidang tanah
b. pepohonan untuk diambil manfaat atau hasilnya
c. bangunan masjid, madrasah, atau jembatan
4. Mengganti Barang Wakaf
Prinsip-prinsip wakaf diatas adalah pemilikan terhadap manfaat suatu barang. Barang asalnya tetap, tidak boleh diberikan, dijual atau dibagikan. Barang yang diwakafkan tidak boleh diganti atau dijual. Persoalannya akan jadi lain jika barang wakaf itu sudah tidak dapat dimanfaatkan, kecuali dengan memperhitungkan harga atau nilai jual setelah barang tersebut dijual. Artinya, hasil jualnya dibelikan gantinya. Dalam keadaan demikian , mengganti barang wakaf dibolehkan. Sebab dengan cara demikian, barang yang sudah rusak tadi tetap dapat dimanfaatkan dan tujuan wakaf semula tetap dapat diteruskan, yaitu memanfaatkan barang yang diwakafkan tadi.
Sayyidina Umar r.a. pernah memindahkan masjid wakaf di Kuffah ke tempat lain menjadi masjid yang baru dan lokasi bekas masjid yang lama dijadikan pasar. Masjid yang baru tetap dapat dimanfaatkan. Juga Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa tujuan pokok wakaf adalah kemaslahatan. Maka mengganti barang wakaf tanpa menghilangkan tujuannya tetap dapat dibenarkan menurut inti dan tujuan hukumnya.
5. Pengaturan Wakaf
Tujuan wakaf dapat tercapai dengan baik, apabila faktor-faktor pendukungnya ada dan berjalan. Misalnya nadir atau pemelihara barang wakaf. Wakaf yang diserahkan kepada badan hukum biasanya tidak mengalami kesulitan. Karena mekanisme kerja, susunan personalia, dan program kerja telah disiapkan secara matang oleh yayasan penanggung jawabnya.
Pengaturan wakaf ini sudah barang tentu berbeda-beda antara masing-masing orang yang mewakafkannya meskipun tujuan utamanya sama, yaitu demi kemaslahatan umum. Penyerahan wakaf secara tertulis diatas materai atau denagn akta notaris adalah cara yang terbaik pengaturan wakaf. Dengan cara demikian, kemungkinan penyimpangan dan penyelewengan dari tujuan wakaf semula mudah dikontrol dan diselesaikan. Apalagi jika wakaf itu diterima dan dikelola oleh yayasan-yayasan yang telah bonafide dan profesional, kemungkinan penyelewengan akan lebih kecil.
J. Kesimpulan
Berkembangnya agama Islam seperti yang kita lihat sekarang ini di antaranya adalah karena hasil wakaf dari kaum muslimin. Bangunan-bangunan masjid, mushala (surau), madrasah, pondok pesantren, panti asuhan dan sebaginya hampir semuanya berdiri diatas tanah wakaf. Bahkan banyak pula lembaga-lembaga pendidikan Islam, majelis taklim, madrasah, dan pondok-pondok pesantren yang kegiatan operasionalnya dibiayai dari hasil tanah wakaf.
Karena itulah, maka Islam sangat menganjurkan bagi orang-orang yang kaya agar mau mewariskan sebagian harta atau tanahnya guna kepentingan Islam. Hal ini dilakukan atas persetujuan bersama serta atas pertimbangan kemaslahatan umat dan dana yang lebih bermanfaat bagi perkembangan umat.
A.    Hadits utama
-ﺔﺒﺘﻋ ﺖﻨﺑ ﺪﻨﻫ ﺖﻠﺧﺩ :ﺖﻟﺎﻗﺎﻬﻨﻋ ﷲﺍ ﻲﺿﺭ ﺔﺷﺀﺎﻋ ﻦﻋ
:ﺖﻟ ﺎﻘﻓ .ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﷲﺍ ﻝﻮﺳﺮىﻠﻋ -ﻥﺎﻴﻔﺳ ﺃ ﺓﺃﺮﻣﺍ
ﺔﻘﻔﻨﻟﺍ ﻦﻣ ﻴﻄﻌﻳﻻ ﺢﻴﺤﺷ ﻞﺟﺭ ﻥﺎﻴﻔﺳ ﺎﺑﺃ ﻥ ﺍﺀ ,ﷲﺍ ﻝﻮﺳﺭﺎﻳ
 ﻞﻬﻓ ,ﻪﻤﻠﻋﻐﺑ ﻪﻟﺎﻣ ﻦﻣ ﺕﺬﺧﺃﺎﻣﻻ ﺍﺀ , ﺑ ﻲﻔﻜﻳﻭ ﻴﻔﻜﻳﺎﻣ
ﻦﻣ ﻚﻟﺫ ﻲﻠﻋ
ﺎﻣ ﻑﻭﺮﻌﺎﺑ ﻪﻟﺎﻣ ﻦﻣ ﻱﺬﺧ" :ﻝﺎﻘﻓ ؟ﺡﺎﻨﺟ
ﺎﻣﻭ ﻚﻴﻔﻜﻳ
.ﻪﻴﻠﻋ ﻖﻔﺘﻣ ."ﻚﻴﻨﺑ ﻲﻔﻜﻳ


B.                 Hadits penguat
اتَّقُوْا اللهَ فِيْ النِّسَاءِ، فَإِنَّهُنَّ عوان عِندَكُمْ، أَخَذْتُمُوْهُنَّ بِأَمَانَةِ اللهِ وَ اسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوْجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللهِ ، وَ لَهُنَّ عَلَيْكُمْ رِزْقُهُنَّ وَ كِسْوَتُهُنَّ بِالمَعْرُوْفِ

"Bertaqwalah kalian dalam masalah wanita. Sesungguhnya mereka ibarat tawanan di sisi kalian. Kalian ambil mereka dengan amanah Allah dan kalian halalkan kemaluan mereka dengan kalimat Allah. Mereka memiliki hak untuk mendapatkan rezki dan pakaian dari kalian".[23]
C. Kosa-kata Hadits
Artinya : “Dari Aisyah ra. Berkata : Hindun putri ‘Utbah istri Abu Sufyan masuk menghadap pada Rasulullah SAW, berkata Ya Rasulullah. Sesungguhnya Abu Sufyan adalah seorang laki-laki yang kikir, ia tidak memberikan saya nafkah yang cukup untuk saya dan anak-anakku. Selain apa yang saya ambil dari sebagian hartanya tanpa sepengetahuannya. Apakah saya berdosa karena perbuatan itu? Lalu beliau bersabda. “Ambillah olehmu sebagian dari hartanya dengan cara yang baik (secukupnya) untuk kamu dan anak-anakmu”.[24]
D.   Korelasi dengan ayat al-Qur’an
Artinya : “ … Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para-ibu dengancara yang ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian …”.( Al-Baqarah:223 )

E.  Korelasi dengan hadits lain
Artinya: “Rasulullah S.A.W. Bersabda pada haji Wada’ (penghabisan)” kewajiban Suami terhadap Istrinya memberikan belanja dan pakaian dengan cara yang patut”.(H.R. Muslim).[25]

IPembahasan Tema
Pengertian Nafkah
Sebelum mengemukakan tentang pengertian nafkah menurut ahli fiqih, terlebih dahulu akan penulis kemukakan pengertian nafkah menurut Bahasa. Nafkah menurut Bahasa Indonesia adalah :
1. Belanja untuk hidup, ( uang ) Pendapatan, suami wajib memberi uang pada istri.
2. Rizki, bekal hidup sehari-hari.[26]
Menurut Ahli hukum Nafkah adalah apa yang harus diberikan guna memelihara dan mendidik seorang yang belum dewasa, harus ditentukan dalam keseimbangan antara pihak yang berhak menikmati nafkah,dan pendapatan beserta kekayaan pihak yang memberikannya, dihubungkan dengan keadaan orang yang memberikan nafkah.[27]
Menurut Bahasa Arab nafakah mempunyai arti uang belanja.[28]Nafkah juga berasal dari kata “Infaq”, yang artinya berderma[29]. Nafkah menjadi wajib karena tiga hal, yakni kerabat, hak milik, dan pasangan suamiDalam hukum Islam, nafkah, sebagaimana mahar juga memiliki status dan posisi yang khusus dan istimewa baginya, dan oleh karenanya tidak boleh dikacaukan atau dipandang sama halnya dengan situasi dahulu dan sekarang di dunia non-muslim. Nafkah adalah memenuhi kebutuhan pokok hidup istri, baik makan, pembantu rumah tangga maupun pengobatan, meskipun ia kaya.[30]
Dalam fiqih nafkah berarti “ belanja”. Maksudnya ialah sesuatu yang diberikan oleh seseorang kepada istri, kerabat, dan miliknya sebagai keperluan pokok. Seperti makanan dan tempat tinggal.[31]
Kewajiban nafkah dipengaruhi oleh tiga sebab antara lain:[32]
1. Zawjiyyah, yaitu karena ikatan pernikahan yang sah. Peranakan dari sebab ini adalah nafkah bagi istri dalam talak raj’i dan talak bain hamil. Namun dalam talak bain hamil, kalangan Malikiyah dan Syafiiyah hanya membenarkan nafkah berupa tempat tinggal saja.[33]
2. Qarabah, yaitu sebab hubungan kekerabatan. Dalam hal ini fuqaha` berbeda pendapat. Kalangan Malikiyah menilai qarabah yang wajib nafkah hanya pada hubungan orang tua dan anak (walid wa al-walad). Kalangan Syafiiyah, menilai qarabah dalam hubungan orang tua dan anak, dan hubungan cucu dan kakek (ushul dan furu’). Hanafiyah, menilai qarabah dalam konteks mah}ramiyah, tidak terbatas ushul dan furu’, sehingga meliputi kerabat kesamping (hawasyiy), dan dzawil arham. Hanabilah, memahami qarabah dalam konteks hubungan waris fard} dan ‘as}abah, meliputi us}ul, furu’, hawasyi, dan dzawil arham yang berada pada jalur nasab,[34]
3. Milk, yaitu sebab kepemilikan atas sesuatu, dalam hal ini pemilik budak. Dalam konteks kekinian, sebab milk ini dapat dipahami dalam konteks yang luas yaitu hubungan kepemilikan (kegiatan berorientasi tanggungan/ihtibas) seseorang terhadap sesuatu yang hidup, termasuk jasa pembantu, memelihara hewan, tumbuhan. Luasnya cakupan qarabah sebagai obyek nafkah harus dipahami dalam konteks yang relatif, yaitu menghendaki syarat kesanggupan (isar) pihak yang berkewajiban nafkah. Sehingga ketidakterpenuhan syarat itu akan menyebabkan tidak adanya tanggung jawab nafkah (tetapi ketiadaan tanggung jawab itu tidak mempengaruhi haknya semisal hak waris), dan tidak menimbulkan konsekuensi hukum lainnya. Hal ini tidak sama ketika hubungan nafkah itu dalam konteks zawjiyyah yang memiliki rentetan konsekuensi hokum lainnya, jika ternyata syarat isar tidak terpenuhi. Terlepas dari pada itu, yang penting dipahami adalah semua sebab-sebab nafkah yang tiga itu memiliki kesamaan yang sangat mendasar yaitu posisi laki-laki sebagai lakon utama penanggung kewajiban nafkah.
Menurut para Fuqoha adalah“Nafkah menurut istilah ahli fiqih yaitu pengeluaran seseorang atassesuatu sebagai ongkos terhadap orang yang wajib di nafkahinya,terdiri dari roti, lauk pauk, tempat tinggal, dan apa yang mengikutinya dari harga air, minyak lampu dan sebagainya.[35]
Dengan demikian nafkah istri berarti pemberian yang wajib dilakukan oleh suami terhadap istrinya dalam masa perkawinannya.

Syarat-syarat wajib nafkah
Syarat-syarat wajib nafkah Perkawinan yang telah memenuhi rukun dan syarat menyebabkan timbulnya hak dan kewajiban. Artinya istri berhak mendapatkan nafkah sesuai dengan ketentuan ayat dan hadis sebagaimana telah penulis kemukakan sebelumnya.
Para ulama sepakat bahwa setelah terjadinya akad nikah istri berhak mendapatkan nafkah. Hanya saja ulama berbeda pendapat ketika membahas apakah hak nafkah itu diperoleh ketika terjadi akad atau setelah tamkin atau ketika istri telah pindah ke tempat kediaman suami.
Syafi’iyah dalam qaul qadim dan Hanafiyah berpendapat bahwa hak nafkah istri terjadi tatkala terlaksananya akad, demikian juga dengan Ibn Hazm dari golongan Zahiri. Ibn Hazm mengungkapkan bahwa adanya ikatan suami istri sendirilah yang menjadi sebab diperolehnya hak nafkah. Dengan demikian selama ikatan pernikahan tidak putus maka hak nafkah bagi istri tidak akan berakhir. Ibn Hazm menambahkan bahwa suami berkewajiban menafkahi istrinya sejak terjadinya akad nikah, baik suami mengajaknya hidup serumah atau tidak, bahkan berbuat nusyus sekalipun. Mereka berargumentasi bahwa tidak satupun ayat yang menyatakan bahwa nusyusnya istri menjadi sebab tidak diperolehnya hak nafkah.
Sedangkan Syafi’i dalam qaul jadid, Malikiyah dan Hanabilah mengungkapkan bahwa istri belum mendapatkan hak nafkahnya melainkan setelah tamkin, seperti istri telah menyerahkan diri kepada suaminya. Sementara itu sebagian ulama mutaakhirin menyatakan bahwa istri baru berhak mendapatkan hak nafkah ketika istri telah pindah ke rumah suaminya. Terjadinya perbedaan pendapat ulama dalam hal kapankah seorang istri berhak atas nafkah dari suaminya dikarenakan ayat dan hadis tidak menjelaskan secara khusus syarat-syarat wajib nafkah istri. Oleh karena itu tidak ada ketentuan secara khusus dari nabi Saw mengenai hal tersebut sehingga dikalangan ulama terdapat perbedaan pendapat dalam menetapkan syarat-syarat wajibnya seseorang istri mendapatkan nafkah.[36]
TEKNIS PEMBERIAN NAKAH KELUARGA DAN KADARNYA
Dr. Umar Sulaiman Al Asyqar membawakan penjelasan ulama ketika menjelaskan teknis pemenuhan nafkah keluarga. Hal yang telah diketahui oleh kaum muslimin, baik dulu maupun sekarang, bahwa suami wajib memberi nafkah untuk dirinya dan keluarganya, menyediakan segala hal yang dibutuhkan oleh isteri serta anak-anaknya. Kebiasaan manusia pada umumnya tidak mengharuskan suami memberikan nafkah setiap hari, baik harta (uang) ataupun makanan, pakaian dan yang sejenisnya (artinya pemenuhan tersebut bersifat fleksibel, sesuai dengan tuntutan kebutuhan keluarga). Demikian juga teknis pemenuhan ini, tidak disandarkan kepada kadar nafkah serta (tidak pula)mewajibkan suami memberikan nafkah secara taradhin (saling ridha), ataupun berdasarkan keputusan hakim; kecuali jika terjadi perselisihan di antara suami-isteri yang disebabkan suami tidak memberikan nafkah kepada keluarga karena kekikirannya, atau karena kepergiannya atau pun karena ketidaksanggupannya memberi nafkah. Maka pada kondisi seperti ini, pemenuhan nafkah keluarga disandarkan kepada hukum secara suka sama suka (taradhin) atau berdasarkan keputusan hakim.[37]
Ibn Rusyd dalam kitabnya Bidayah al-Mujtahid, mengemukakan pendapat Imam Malik dan Abu Hanifah tentang ukuran nafkah ini bahwa besarnya nafkah tidak ditentukan oleh syara’, akan tetapi berdasarkan keadaan masing-masing suami-istri dan hal ini akan berbeda-beda berdasarkan perbedaan tempat, waktu dan keadaan.[38]
Dari penjelasan di atas, dapatlah diambil kesimpulan, pemenuhan nafkah isteri ini dilaksanakan secara fleksibel sesuai dengan kebutuhan keluarganya. Artinya, sang suami boleh memberikan sejumlah harta serta hal-hal lain yang dibutuhkan keluarganya, secara perhari, perpekan ataupun perbulan dengan kadar yang disanggupinya, sebagai nafkah bagi keluarganya.



Referensi
-          Prof. Dr. Abdul Aziz Muhammad Azm, Prof. Dr. Abdul Wahab Sayyed Hawwas  Fiqih Ibadah ( Jakarta, AMZAH 2010)
-          Drs. Euis Amalia, M.Ag Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dari Masa Klasik Hingga  Kontemporer  ( Depok, Grramata Publishing, 2010)
-          Abdul Aziz, M.Ag Mariyah Ulfah, S. EI.  Kapita Selekta Ekonomi Islam Kontemporer  ( Bandung, Alfabeta 2010)
-          Mutafaq ‘Alaih: Dilansir oleh Ad-Daruquthni dari narasi Ibnu Umar dengan Komentar bahwa sanad hadits ini Shahih  Muttashil. At-talkhis Al-Hibri Fi takhrij Ahadits Ar-Rafii Al-Kabir II/86
-          Hasiyah al-Bujairomi ala Manhaj al-Thulab, (Beirut, Dar al-Fikr, 2007),
-          Ibnu Hajar Al-Asqalani, Tahdzib at-Tahdzib, (Beirut: Dar al-Fikr, 1995),
-          Lidwa Hadits.
-          Abdurrahman Al jaziri, Kitab Ala Madzhabil Arba’ah, Juz IV, Beirut, 1969.
-          Abdul Hadi, Fiqih Munakahat, (Semarang: Duta Grafika, 1989), Seri I.
-          Ahkamuz Zawaj, Dr. Umar Sulaiman Al Asyqari, Dar An Nufasa’, Cetakan II.
-          Ahmad Isa Asyur, Fiqih Islam Praktis, Bab. Muamalah, (Jakarta: Manfiq, t,th,)
-          Ibn Rusyd, Bidayah al-Mujtahid, Penerjemah; M.A. Abdurrahman, (Semarang: Al-Syifa’,1990).
-          Idrus Alkaf, Kamus Tiga Bahasa Al Manar, (Surabaya: Karya Utama, t,th,)
-          Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Depdikbud, 1994, Cet-I.
-          R. Subekti, dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: Pradnya Paramita, 1999.


[1] Mutafaq ‘Alaih: Dilansir oleh Ad-Daruquthni dari narasi Ibnu Umar dengan Komentar bahwa sanad hadits ini Shahih  Muttashil. At-talkhis Al-Hibri Fi takhrij Ahadits Ar-Rafii Al-Kabir II/86
[2] Nailul Authar IV/134
[3] Prof. Dr. Abdul Aziz Muhammad Azm, Prof. Dr. Abdul Wahab Sayyed Hawwas  Fiqih Ibadah ( Jakarta, AMZAH 2010) hal. 422
[4] HR. Al-Jam’ah kecuali At-Tirmidzi. Lihat nailu Authar VI/141
[5]Yang dimaksud Ialah: shalat berjama'ah dan dapat pula diartikan: tunduklah kepada perintah-perintah Allah bersama-sama orang-orang yang tunduk.
[6] Prof. Dr. Abdul Aziz Muhammad Azm, Prof. Dr. Abdul Wahab Sayyed Hawwas  Fiqih Ibadah ( Jakarta, AMZAH 2010) hal. ( Jakarta, AMZAH 2010) hal345
[7] Abdul Aziz, M.Ag Mariyah Ulfah, S. EI.  Kapita Selekta Ekonomi Islam Kontemporer ( Bandung, Alfabeta 20100 hal.79
[8] Prof. Dr. Abdul Aziz Muhammad Azm, Prof. Dr. Abdul Wahab Sayyed Hawwas  Fiqih Ibadah Prof. Dr. Abdul Aziz Muhammad Azm, Prof. Dr. Abdul Wahab Sayyed Hawwas  Fiqih Ibadah ( Jakarta, AMZAH 2010) hal. ( Jakarta, AMZAH 2010) hal. 404
[9] Abdul Aziz, M.Ag Mariyah Ulfah, S. EI.  Kapita Selekta Ekonomi Islam Kontemporer  ( Bandung, Alfabeta 2010)  hal.81-82
[10] Drs. Euis Amalia, M.Ag Sejarah Pemikiran EkonomiIslam Dari Masa Klasik Hingga  Kontemporer  ( Depok, Grramata Publishing, 2010) hal. 313
[11] M. Arief Mufraini, Lc. , M.Si Akuntansi & Manajemen  Zakat:Mengomunkasikan kesadaran dan Membangun Jaringan ( Jakarta, Kencana, 2006) cet ke-2 hal. 77-81
[12] Menurut instruksi Menteri  Agama RI No. 5 tahun 1991
[13]Abdul Aziz, M.Ag Mariyah Ulfah, S. EI.  Kapita Selekta Ekonomi Islam hal. 83-84
[14] Prof. Dr. Abdul Aziz Muhammad Azm, Prof. Dr. Abdul Wahab Sayyed Hawwas  Fiqih Ibadah ( Jakarta, AMZAH 2010) hal. 423
[15]HR. Ibnu Majah  2387, Lidwa Hadits.
[16]BUKHARI - 2532 Lidwa Hadits.
[17]Ibnu Hajar Al-Asqalani, Tahdzib at-Tahdzib, hal, 219
[18]Ibnu Hajar Al-Asqalani, Tahdzib at-Tahdzib, hal, 117
[19]Ibnu Hajar Al-Asqalani, Tahdzib at-Tahdzib, hal, 398
[20]Ibnu Hajar Al-Asqalani, Tahdzib at-Tahdzib, hal, 210
[21]Ibnu Hajar Al-Asqalani, Tahdzib at-Tahdzib, hal, 389
[22]Hasiyah al-Bujairomi ala Manhaj al-Thulab, (Beirut, Dar al-Fikr, 2007), Juz. 3, hal. 202.
[23]HR Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi.
[24]Buluhul Maram
[25]Abu Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairy, Sahih Muslim, Juz I, (Beirut: Dar al-Fikr, tt), hal. 560.
[26]Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Depdikbud, 1994, Cet-I, hal. 679
[27]R. Subekti, dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: Pradnya Paramita, 1999, hal. 89
[28]Idrus Alkaf, Kamus Tiga Bahasa Al Manar, (Surabaya: Karya Utama, t,th,) hal. 533
[29]Ahmad Isa Asyur, Fiqih Islam Praktis, Bab.Muamalah, (Jakarta: Manfiq, t,th,) hal. 261
[30]Abdul Hadi, Fiqih Munakahat, (Semarang: Duta Grafika, 1989), Seri I, hal.102
[31]Depag, Ilmu Fiqh, Jilid II, 1984, hal.184
[32]Abdurrahman Al jaziri, Kitab Al-Fiqh Ala Madzhabil Arba’ah, Beirut,  Jilid IV. hal. 260
[33]Wahbah Al-Zuhailiy, Al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuhu, (Suriah: Dar al-Fikr bi Damsyiq, 2002)Jilid 10, hal. 105
[34]Ibid… hal.  83-84
[35]Abdurrahman Al jaziri, Kitab Ala Madzhabil Arba’ah,…hal. 485
[36]Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, ..Hal. 7374-7375
[37], Dr. Umar Sulaiman Al Asyqari, Ahkamuz Zawaj Dar An Nufasa’, Cetakan II, hal. 281.
[38]Ibn Rusyd, Bidayah al-Mujtahid, Penerjemah; M.A. Abdurrahman, (Semarang: Asy-Syifa’,1990), hal. 462
Labels: Karya Tulis

Thanks for reading Distribusi Harta Dalam Pandangan Hadits. Please share...!

1 Comment for "Distribusi Harta Dalam Pandangan Hadits"

Play Free Casino Slot Games - Mapyro
Play the 당진 출장안마 free 양산 출장안마 slots of Vegas at Mapyro Casino. 서산 출장안마 Las Vegas Casino and Hotel. Free 삼척 출장안마 Slots. 안성 출장샵 Vegas Casino Games. Play the game online or on the go.

Back To Top