Wilujeng Sumping Di Blog Urang Sunda

KH Ahmad Sanusi Pengarang Tafsir Malja al-Thâlibīn (Sunda)



Mengenal Tafsir Malja al-Thâlibīn fī Tafsīri Kalâmi Rabb al’Âlamīn karya KH Ahmad Sanusi (1888-1950)
oleh: Guntur Gumelar el-Khas
A.  Muqaddimah

Tafsir Malja al-Thâlibīn fī Tafsīri Kalâmi Rabb al’Âlamīn adalah tafsir karya KH Ahmad Sanusi (1888-1950). Beliau berasal dari  Sukabumi Jawa Barat yang dikenal wilayah Priangan atau disebut Tatar Sunda. Tafsir ini ditulis berbeda dengan tafsir Raudhatul ‘Irfân fī Marifâti Al-Qur’ân,  Fadhil Munawar  Manshur mengatakan penulisan terhadap sebuah karya tafsir terbagi kedalam tiga poin. Pertama, penulisan sebagai kajian pengajian, kedua, sebagai tahanan, serta ketiga sebagai faham keagamaan yang beragam dianutnya.[1]
Tafsir ini ditulis dengan aksara pegon Arab dengan uraian tafsir berbahasa Sunda, penulisan Arabnya adalah Muhammad  Misbah. Uraiannya tafsir Malja al-Thâlibīn fī Tafsīri Kalâmi Rabb al’Âlamīn persis seperti tafsir Jalâlayn, tafsir ini di tulis sampai juz 9, tafsir ini runtut dalam penulisannya hanya saja ada yang terpisah sangat jauh yaitu juz 30. Tafsir ini adalah tafsir Sunda pertama karya KH Ahmad Sanusi (1888-1950) selain dua tafsir lainya yaitu Raudhatul ‘Irfân fī Marifâti al-Qur’ân berbahasa Sundan serta Tamsiyyatul Muslimîn fî Tafsîr Kalâmi Rabbil ‘Âlamîn beraksara roman melayu. Tafsir Malja al-Thâlibīn fī Tafsīri Kalâmi Rabb al’Âlamīn dalam rujukan sumber tafsirnya yaitu mengambil tafsir yang mu’tamad  seperti tafsir Kabîr Mafâtih al-Ghayb karya al-Râzi, Ma’âlim al-Tanzîl karya al-Baghawi, al-Kasyf wa al-Bayân karya al-Tsa’labi, al-Burhân fî Ulūmi al-Qur’ân karya al-Zarkasyi dan lainnya.[2]
Kontribusi KH Ahmad Sanusi (1888-1950) dalam penafsiran Al-Qur’an pada tafsir Malja al-Thâlibīn fī Tafsīri Kalâmi Rabb al’Âlamīn memberikan informasi seputar tentag kajian AL-Qur’an seperti, pembahasan surah, imam qirâ’at, jumlah surah, ayat, huruf, kalimah, pengumpulan Al-Qur’an dan lain sebagainya. Metode tafsir yang dipakai dalam tafsirnya Malja al-Thâlibīn fī Tafsīri Kalâmi Rabb al’Âlamīn yaitu ijmâli karena KH Ahmad Sanusi (1888-1950) lebih banyak menyimpulkan serta menjelaskan secara global yang ditafsirkan dengan teks matan/ ayat qur’an berada di dalam kurung, sedangkan penjelasannya yaitu setelahnya.[3]
Jika melihat tahun penerbitan bahwa tafsir ini tergolong kedalam tafsir generasi kedua setelah munculnya beberap tafsir di Nusantara yang di awali oleh Abdu Rauf al-Singkel dengan tafsirnya Tarjumân al-Mustafîd, dan Muhammad Nawawi al-Bantani dengan karyanya Tafsīr Munīr li Maālim al-Tanzīl. Sebagai mufasir Sunda tentu sudah ada mufasir terdahulunya yaitu Haji Hasan Mustafa (1852-1930), namun keberadaan tafsir Sunda pada saat itu masih belum teridentifaksi oleh beberapa peneliti ahli seperti Federsfiel dan lain-lain.
Untuk mengetahui lebih dalam, penulis sajikan hasil penulusuran hasil bacaan Tafsir  Malja al-Thâlibīn fī Tafsīri Kalâmi Rabb al’Âlamīn karya KH Ahmad Sanusi (1888-1950). Tafsir ini terdapat 3 jilid. Jilid  pertama, yang berisi kurang dari 6 juz di mulai surat al-Fâtihah  s/d surah al-Nisâ ayat 158.  Jilid  1 terdapat nomor yang penulis dianggap penting dalam menyusun/menulis tafsir Malja al-Thâlibīn fī Tafsīri Kalâmi Rabb al’Âlamīn.[4]
1.      28 januari 1931 (9 Ramadhan 1349) yang berisi pengertian Al-Qur’an, surat qur’an, bilangan ayat qur’an, bilangan kalimah Al-Qur’an, di kumpulkennana Al-Qur’an, kaayaan Al-Qur’an, istiâdah (hukum istiadah). Al-fâtihah ( tafsirna al- fâtihah, hukum basmalah, hukum maca fâtihah,) maca Âmin ba’da  fâtihah, Qirâ’ah sab’ah. Surah al-Baqarah, tafsirna, qirâ’ah sab’ah. tafsir Malja al-Thâlibīn fī Tafsīri Kalâmi Rabb al’Âlamīn yaitu penafsiran surah al-fâtihah s/d surah al-Baqarah ayat 66.
2.      28 februari 1931 (10 Syawal 1349), Tanah Tinggi Senin Betawi Karomah. Penafsiran surah  al-Baqarah ayat 66 s/d 141 disertai dengan qirâ’ah sab’ah ( juz 1 )
3.      28 Maret 1931 berisi tafsiran juz ke-2 yaitu surah al-Baqarah ayat 142 s/d  203 di sertai qirâ’ah sab’ah.
4.      28 april 1931 (10 dzulhijah 1349) Sukabumi. Berisi tafsiran surah al-Baqrah ayat 204 s/d 250 di sertai qirâ’ah sab’ah.
5.      28 mei 1931, Tanah Tinggi Senen Betawi Keramat. Berisi tafsiran surah al-baqarah ayat 251 s/d surah Ali Imrân ayat 17 di sertai qirâ’ah sab’ah.
6.      28 Juni 1931, tanah Tinggi Senen Betawi Kramat. Berisi tafsiran surah  Ali Imrân ayat 17 s/d 90 disertai qirâ’ah sab’ahnya.
7.      28 juli 1931, tanah Tinggi Betawi Kramat. Berisi tafsiran surah Ali Imrân ayat 90 s/d 159 di serta qirâ’ah sab’ahnya.
8.      28 Agustus 1931 tanah Tinggi Betawi Kramat. Ali imron 160s/d surah an-Nisâ ayat 12 disertai tafsirnya.
9.      1 januari1932, tanah Tinggi Betawi Kramat, berisi penafsiran surah an nisa ayat 13s/d 80 diserta qirâ’ah sab’ah.
10.  Tanah Tinggi Betawi Kramat, berisi penafsiransurah an Nisâ ayat 81s/d 158 di sertai qirâ’ah sab’ah.
Jilid kedua, dalam kitab tafsir Malja al-Thâlibīn fī Tafsīri Kalâmi Rabb al’Âlamīn berisi tentang tafsir Al-Qur’an.
1.      Tanah Tinggi Betawi Kramat, yaitu tafsiran Qs an-Nisa 159 s/d al-Mâidah 31 beserta qirâ’ah sab’ahnya.
2.      Tanah Tinggi Betawi Kramat, yaitu tafsiran Qs. al-Mâidah 32 s/d 94 beserta qirâ’ah sab’ahnya.
3.      Tanah Tinggi Betawi Kramat, yaitu tafsiran al-Mâidah 95 s/d al-An’am 89 beserta qirâ’ah sab’ahnya.
4.      Tanah Tinggi Betawi Kramat tafsiran al-An’âm 90 s/d 145 beserta qirâ’ah sab’ahnya.
5.      Tanah Tinggi Betawi Kramat tafsiran al-An’am s/d al-A’raf 36 beserta qirâ’ah sab’ahnya.
6.      Tanah Tinggi Betawi Kramat tafsiran al-A’râf 37 s/d 74 beserta qirâ’ah sab’ahnya.
7.      Tanah Tinggi Betawi Kramat, tafsiran al-A’râf 74-126 beserta qira’ah sab’ahnya.
8.      Tanah Tinggi Betawi Kramat, tafsiran al-A’râf 126 s/d157 beserta qira’ah sab’ahnya.
9.      Tanah Tinggi Betawi Kramat, tafsiran al-A’râf 158-206 beserta qira’ah sab’ahnya.

Jilid ketiga,  yaitu berisi juz 30 dimulai surah  an-Naba s/d al-Nâs. KH Ahmad Sanusi (1888-1950) menjelskan dalam jilid dimulai halaman 2 samapai halaman 136. Uraian tafsir ini penempatan teks matan atau ayat kajian Al-Qur’an di pinggir sedangkan penanfsiran dari teks al-Qur’an yaitu di dalam syarah.
Sedangkan pada jilid pertama halaman tafsir, dimulai penulisan tafsir dari halaman 2 sampai halaman 492 yang berisi pengertian Al-Qur’an, surat qur’an, bilangan ayat qur’an, bilangan kalimah Al-Qur’an, di kumpulkennana Al-Qur’an, kaayaan Al-Qur’an, istiâdah (hukum istiadah). Al-fâtihah (tafsirna al- fâtihah), hukum basmalah, hukum maca fâtihah,) maca Âmin ba’da  fâtihah, Qirâ’ah sab’ah. Surah al-Baqarah, tafsirna, qirâ’ah sab’ah hingga surah an-Nisâ ayat 158. Di setiap halaman kitab tafsirnya, KH Ahmad Sanusi (1888-1950) memberikan tanggal penafsiran/ penulisan sampai akhir. Pada jilid kedua, yaitu dari halaman 2 sampai halaman 494 dimulai penafsiran surah an-Nisâ ayat 159 hinga akhir  al-A’râf ayat 206.

B.   Analisis Kritis tafsir Malja al-Thâlibīn fī Tafsīri Kalâmi Rabb al’Âlamīn
Pada jilid ke 2 kitab tafsir Malja al-Thâlibīn fī Tafsīri Kalâmi Rabb al’Âlamīn karya KH Ahmad Sanusi (1888-1950) diawali tafsir surah al-Maidah s/d akhir surah al-A’raf. Jika melihat susunan juz di dalamnya, beliau menafsirkan dari juz  6 s/d juz 9 ( ayat akhir surah al-A’raf). Penulisan  tafsir ini tidak menuliskan tanggal, sehingga hemat penulis beranggapan tafsir ini di tulis pada tahun 1932. Pada  jilid 2 ini KH Ahmad Sanusi  (1888-1950) memberikan penomoran pada seriap ayat sehingga memudahkan mencari berbeda dengan jilid pertama.


[1] Jajang A Rohmana, Sejarah Tafsir al-Qur’an di Tatar Sunda, (Bandung: Mujahid Press, 2014) hlm. 145 dalam Fadhil Munawar Manshur,  Raudhatul ‘Irfân fī Ma’rifâti Al-Qur’ân karya Kyai Haji Ahmad Sanusi: Analisis Semiotik dan Resepsi, Tesis, (Yogyakarta: PPs UGM, 1992), hlm. 109
[2] Ibid., hlm. 147
[3] Ibid., hlm. 148
[4] Hasil penelitian terhadap tafsir  Malja al-Thâlibīn fī Tafsīri Kalâmi Rabb al’Âlamīn jilid 1

Kerja Membangun Ideal Masyarakat



BAB I
Pendahuluan

A.    Latar Belakang
Kualitas kehidupan masyarakat di negara-negara maju yaitu ditandai dengan tingginya kualitas kesehatan, pendidikan dan ekonomi bukan sesuatu yang dengan mudah mereka dapatkan. Banyak dari negara-negara tersebut negara yang miskin dari sumber daya alam, wilayah yang sempit dan rawan bencana. Sedangkan Indonesia sebagai negara muslim terbesar yang usianya jauh lebih tua dari singapura dan New Zealand dengan keakayaan alam yang melimpah masih berkutat sebagai negara yang berkembang, demikian pula dengan negara-negara muslim lainnya.
Kemakmuran yang dirasakan warga di negara maju seharusnya dimiliki ummat Islam, karena Islam merupakan agama yang paling mendukung kemajuan ummatnya. Tetapi  realita sebalikya, kita lebih banyak teringgal dari negara-negara non Muslim di berbagai bidang.
Islam datang ke Nusantara adalah Islam yang menjunjung tinggi tawasuth, berfikir moderat dan damai, sudah saatnya Islam tidak terbelit dalam pertikaian di ranah furuiyyah-khilafiyyah dengan label syirik dan bid’ah. Dengan tidak adanya petentangan di tubuh Islam, maka Islam akan maju dan mampu bersaing dalam berbagai bidang.[1] Sebenarnya Islam sudah memberikan penghargaan yang begitu besar kepada ilmu, sebagaimana telah diketahui Nabi Muhammad Saw.ketika diutus sebagai rasul, hidup dalam masyarakat yang terbelakang. Kemudian Islam datang menawarkan cahaya penerang yang mengubah masyarakat Arab jahiliyyah menjadi masyarakat yang berilmu dan beradab.
Ummat Islam setelah penaklukan dan perluasan wilayah yang monumental di era Dinasti Umayyah, mulai memasuki masa perkembangan IPTEK di era Dinasti Abbasiyyah ( abad ke-9 sampai abad ke-13), yang mencampai puncaknya  pada masa khlaifah Harun Ar-Rasyid ( 786-809 ) dan putarnya, Al-Ma’mun ( 813-833). Harun Ar- Rasyid memanfaatkan  kekayaan  yang berlimpah sebagai hasil dari kemajuan  politik dan ekonomi untuk keperluan sosial, rumah sakit, lembaga pendidkan, dokter dan farmasi didirikan. Sehingga tingkat kesejahteraan masyarakatnya pada zaman keemasanya. Pada masa inilah Negara Islam menempatkan dirianya sebagai negara terkuat di dunia dan tidak tertandingi.
Lalu pada masa Al-Ma’mun penerjemahan buku-buku asing digalakan, ia banyak mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya  pembangunan Baitu al Hikmah yang merupakan pusat penerjemahan sekaligus peguruan tinggi  dan perpustakaan terbesar, sebagai cikal bakal universitas pada masa sekarang. Pada masanya Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan  dan ilmu pengetahuan.[2]
Kemajuan dan kecemerlangan peradaban ummat Islam kemudian dirasakan oleh bangsa dan penganut agama lain. Dari wilayah, Asia, Afrika, dan Eropa  berdatangan penganut Islam, Yahudi, Kristen, Majusi, Budha dan lainya untuk menimba ilmu penegetahuan  atau melakukan hubungan ekonomi atau sekedar melancong untuk merasakan dan menikmati atmosfir kemajuan peradaban Islam.
Kemajuan tersebut merupakan hasil kerja keras dengan memaksimalkan segala potensi yang dimiliki. Penguasa proaktif menciptakan keamanan dan mempasilitasi kebutuhan riset dan pendidikan, ilmuan bergiat menciptakan penemuan baru di bidang IPTEK, rakyat bergairah dalam usaha dan menuntut ilmu, semuanya berlomba menjadi bagian dari kemajuan zamannya.
Melihat bahwa kerja adalah kewajiban setiap muslim, dengan bekerja setiap muslim akan mengaktualisasikan kemuslimanya sebagai manusia. Mendapatkan status khalfah fil Ardi tentu berat dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Jika muslim sebagai khalifah fil ardi mampu mengaktualisasikan maka ia sudah melakukakn ibadah dan merupakan kegiatan jihad fi sabililllah.[3]  Namun saat ini manusia masih terlena akan kehidupan duniawi, status yang dimiliki ummat muslim tidak mampu memberikan pemberdayaan terhadap anugerah yang Allah berikan.
Sebagaimana firman Allah dalam Qs. Al Ankabut: 69
z`ƒÏ%©!$#ur (#rßyg»y_ $uZŠÏù öNåk¨]tƒÏöks]s9 $uZn=ç7ß 4 ¨bÎ)ur ©!$# yìyJs9 tûüÏZÅ¡ósßJø9$# ÇÏÒÈ
Artinya : Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.[4]
Alqur’an menegaskan bagaimana kita tidak boleh menggantungkan kebahagiaan pada benda-benda (materil), dengan kata lain sebagai muslim harus berikhtiyar mengahadap kepada Allah swt,[5] dengan berikhtiar maka setiap apa yang kita kerjakan akan mendapatkan kebahagiaan pula.
Problem yang dirasakan oleh negeri-negeri Islam ialah belum bisa mengatakan bahwa Islam telah dikuasaai oleh ilmu pengetahuan dan teknologi, hal ini tentu sebagai muslim harus bisa menafsirkan kembali etos kerja yang sesuai anjuran Rasulullah SAW melalui Alqura’an dan haditsnya.[6] Alquran dan hadits menjelaskan bahwa dalam setiap apa yang kita kerjakan, harus  memililki niat yang tulus, menladani akhlak  yang disampaikan Rasulullah Saw, serta bertawakkal kepada Allah Swt, disamping itu dalam bekerja harus memiliki strategi-strategi sebagaimana yang dicontohkan Rasul-Nya.[7]
Sebagai khalifah fil Ardhi ummat Islam harus bisa meluruskan hukum-hukum di bumi dan menegakan perintah tanpa merusak apa yang ada dibumi serta memberikan kemashlahatan bagi seluruh ummat manusia.[8] Tugass terpenting dari kewajiban  terpenting selain itu ialah menegakan kebenaran dan menguassai hawa nafsu.[9] Ketika seorang diberi kedudukan , kekuasaan atau wewenang, maka pertama kali haruslah berusaha menegakan kebenaran dan keadilan , tidak berlaku kejam dan sewenang-wenang. Hal ini merupakan peringatan kepada manusia sebagai khalifah untuk senantiasa berhati-hati dalam setiap tindakan yang akan di lakukan.[10]
Masyarakat yang belum memliki sifa ideal, tentu sangat sulit untuk mengaplikasikan didalam segala bidang, sebagai khalifah fil ardhi harus memiliki kesamaan keselarasan dalam meningkatkan efektivitas kinerja yang handal. Sebagai muslim harus bisa mengetahui dan menerapkan konsep ideal untuk mampu sejajar dengan masyarkat lain. Indonesia pada saat ini masih disebut negara berkembang, sebagai khalifah tentu harus bisa mensejajarkan segala aspek untuk besaing secara sehat demi terciptanya nilai yang diinginkan oleh khalayak masyarkat umumnya negara muslim lainya.
Ada dua hal yang harus diperhatikan oleh manusia sebagai khalifah, pertama, dalam upaya mensejajarkan segala aspek bidang, masyarkat harus bisa bekerjasama dengan pemerintah dan membuang sifat-sifat yang dapat mengahancurkan suatu negara. Kedua pemerintah harus saling memberi ruang kepada masyrakat yang idealnya memiliki karakter-karakter berbeda demi terwujudnya negara yang adil dan makmur. Sebagaimana simbol negara kita adalah Bhineka Tunggal Ika yang secara garis besar dipahami berbeda-beda tetapi satu jua.
B.     Rumusan Masalah
Bagaimana ummat Islam mengaktualisasikan diri sebagai khalifah Fil Ardhi di era globalisasi ?




BAB II
BAGAIMANA UMMAT ISLAM MENGAKTUALISASIKAN DIRI SEBAGAI KHALIFAH FIL ARDHI DI ERA GLOBALISASI

1.      Tantangan di era globalisasi
Kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekadar definisi kerja (working definition), sehingga tergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.
Globalisasi pada satu sisi melahirkan nilai-nilai positif, namun disisi lain globalisasi telah menggusur nilai-nilai suatu agama, idiologi negara bahkan mampu menggeser tradisi suatu bangsa. Globalisasi telah membawa kepada ummat manusia  kepada persamaan baik itu fashion,food, hiburan dan lain sebagainya.[11] Seluruh agama, dapat dikatakan sangat menekankan sikap disiplin, etos kerja, dan prestasi yang merupakan nilai-nilai Islam yang kelak di transformasikan kedalam etika sosial bagi penganutnya. Setiap muslim yang baik harus bisa menjalankan printah-Nya dan larangan-Nya, dalam kontek ini Alqur’an dan hadits sebagai pedoman ummat Islam. Dalam mencapa tujuan ini harus menyelaraskan antar iman dan amal.[12]
Adanya globalisasi di dunia mengakibatkan suatu perubahan yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Pasar nasional ataupun internasional mengalami persaingan yang sehat dan memberikan produk yang berkualitas tanpa henti disetiap waktnya mengakibatkan  adanya penguasaan secara stabil. Sekilas kita lihat posisi strategis IBM dalam bersaing untuk menjual komputer di perancis dan Jerman.  Dengan peningkatan tekhnologi dan keterampilan pemasaran  yang dikembangkan di wilayah lain dalam perusahaan dan digabung dengan sitem pabrikasi yang tekoordinasi di seluruh dunia.[13]
Ada beberapa kunci untuk memenangkan persaingan di era global:
1.      Fokus bermain diarea tertentu , memusatkan perhatian dan kekuatan pada suatu bidang tertentu, karena tidak akan ada yang bisa menang disemua bidang, sepert microsoft yang focus pada penegmbangan software, google lebih menjadi peain bidang layanan internet,  sedangkan facebook focus dijejaraing social.
2.      Jeli membaca pasar, menegrti kebutuhan dan kemaampuan pasar
3.      Menggabungkan kerja sama, setelah menjadi pemainyang kuat dan diperhitungkan dibidang masing-masing maka perlu mencari sekutu guna memaksimalkan kekuatan dan memimalkan kelemahan.
4.      Keampuan meniru dan memodifikasi , sesuatu yang ditiru biasanya suatu yang sudah terbukti diminati di pasar , apalagi jika meampu menawarkan degan hasil modifkasi yang lebih baik.
2.      Aktualisasi ummat Islam sebagia khalifah fil Ardhi Qs. Al-Baqarah:30

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً
Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." ....
Sebagai khalifah fil Ardhi ummat Islam harus bisa meluruskan hukum-hukum di bumi dan menegakan perintah tanpa merusak apa yang ada dibumi serta memberikan kemashlahatan bagi seluruh ummat manusia.[14] Istilah khalifah fil Ardhi yaitu nabi Adam, karena ia merupakan gurunya malaikat-malaikat dan semua makhluk, sehingga malaikat dan makhluk  diperintah sujud kecuali iblis yang dilaknatullah.[15] Mahkota Ummat Islam adalah Jihad, dan menempatkan sebagai khoiru Ummah ( the best society), jihad dalam bekerja tentu harus dimiliki pada setiap pribadi muslim. sebagaimana Allah menjelaskan dalam firman-Nya. Qs. Al- Ankabut: 69
z`ƒÏ%©!$#ur (#rßyg»y_ $uZŠÏù öNåk¨]tƒÏöks]s9 $uZn=ç7ß 4 ¨bÎ)ur ©!$# yìyJs9 tûüÏZÅ¡ósßJø9$# ÇÏÒÈ  
Artinya: Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.
Ayat diatas mengisyaratkan betapa pentingnya jihad dengan mengerahkan seluruh ruh dan ikhtiyar lahir dan bathin, demi mewujudkan, suatu cita-cita yang membuahkan sebuah hasil yang maksimal.[16] Sebagai khalifah fil Ardhi tentu harus memiliki beberapa sifat dalam mengahadapi era globalisasi, diantaranya; jiwa kepemimpinan, (Leadershif), selalu berhitung, menghagai waktu, tidak pernah merasa puas, hidup hemat dan efisien, memiliki jiwa wirawswasta (entrepreuneurship), memiliki insting bersaing, keinginan untuk mandiri (indipendent), memiliki sifat keilmuan, ulet pantang menyerah, berorientasi pada produktivitas dan memperkaya jaringan silaturahim.
3.      Agama memerintahkan untuk bekerja
Di dalam Alqur’an, kata ‘amal ( عمل) dan semisanya disbutkan sebanyak 359 kali. Secara bahasa kata ‘amal ( عمل) berarti , perbuatan, pekerjaan , aktivitas (karya). Sedangkan menrut terminologi kata ‘amal ( عمل) perbuatan atau aktivitas yang dilakukan secara sadar dan sengaja , bersumber pada daya, pikir,fisik kalbu.[17]
Bekerja adalah fitrah manusia dan sekaligus merupakan salah satu identitas manusia, sehingga bekerja yang didasarkan pada prnsip-prinsip iman tauhid, bukan saja menunjukan fitrah seorang muslim, tetapi sekaligus meninggikan martabat dirinya sebagai hamba Allah yang mengelola sumberdaya alam sebagai bentuk dari cara dirinya mensyukuri kenikmatan yang  Allah swt berikan.[18]
Apabila bekerja itu adalah fitrah manusia, maka jelaslah tidak ada dalam diri manusia memilik sifat malas dalam beraktifitas untuk mendaya gunakan seuah tempat di bumi dan di langit. Manusia pun diamanah adanya tugas dan tata moral dalam kehidupanya di muka bumi. Kelemahan manusia yang cukup berat menurut Al-Qur’an adalah mengahadapi godaan dan cobaan. Jangankan manusia, para Nabi pun tidak lepas dari adanya godaan setan, tidak terkecuali nabi Muhammad SAW, akan tetapi pertolongan Allah mereka berhasil melawanya.[19]
$¨BÎ)ur y7¨Zxîu\tƒ z`ÏB Ç`»sÜø¤±9$# Øø÷tR õÏètGó$$sù «!$$Î/ ( ¼çm¯RÎ) uqèd ßìŠÏJ¡¡9$# ÞOŠÎ=yèø9$#
Allah SWT menjelaskan untuk melakukan bekerja dengan sebaik mungkin, seperti dalam firman-Nya Qs. Az-Zumar: 39
a.       ö@è% ÉQöqs)»tƒ (#qè=yJôã$# 4n?tã öNà6ÏGtR%s3tB ÎoTÎ) ×@ÏJ»tã ( t$öq|¡sù šcqßJn=÷ès? ÇÌÒÈ  
Artinya:  Katakanlah: "Hai kaumku, Bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, Sesungguhnya aku akan bekerja (pula), Maka kelak kamu akan mengetahui”.
Ayat ini adalah perintah dan karenanya punya nilai hukum wajib untuk dilaksanakan. Siapapun mereka yang pasif berdiam diri tidak berusaha untuk bekerja maka ia telah menghujat Allah SWT, dan ia telah masuk kedalam kenistaan dirinya sendiri.
Dalam hadits Nabi bersabda: “ Bahwasanya Allah itu cinta kepada orang-orang yang bekerja” ( Diriwayatkan oleh Thabrani dan Baihaqi) sebagai muslim seharusnya menjadi manusia yang meiliki semangat untuk kerja, sebagaimana ayat dan hadits diatas menejelaskan begitu pentingnya bekerja.[20]
4.      Keharusan Bekerja
a.      Ikhlas
Setiap usaha yang kiat kerjakan sudah seharusnya didasari suatu alasan dan ditunjukan  pada satu tujuan , jika dalam suatu hari  ada sekian agenda kegiatan baik menyangkut tugas pekerjaan , tugas rumah tangga  dan tugas sebagai masyarakat atau perkumpulan , maka kita akn menyusn kemunginan peneylesaian. skala prioritas didasari alasan dan tujuan pribadi, adakalanya usaha itu sukses sesuai harapan atau kurang  berhasil bahkan gagal.
Sikap atas hasil usaha yang terakhir akan beragam tergantung orang memaknai sebuah usaha. Jika yang diharapakan adalah sejumlah imbalan materi maka ia merasa kehilangan materi yang didambakannya. Jika yang diharapkan adalah pujian sanjungan  maka ia akan merasa minder dan malu sendiri, namun jika ia melandasi usahanya ini dengan keikhlasan , semata mencari ridha Allah swt, maka ia yakin Allah tidak akan menyia-nyiakan amal sholeh, apalgi yang dilakukan denga kesungguhan.
Inilah keikhlasan yang membuat langkah seseorang sulit untuk di bendung membuat seseorang  kuat dan sulit untuk dibuat kecewa apalagi putus asa, baginya hanyalah berusaha sekuat kemampuan dan sisanya bertwakal kepada Allah swt.
Bagi seorang muslim dalam setiap usahanya hendaklah berupaya menghadirkan seluruh sebab-sebab yang dituntut  untuk suksesnya  usaha tersebut , sehingga tidak akan terobsesi  pada hasil tanpa mengerjakan  sebab-sebabnya. Hasil dari sebab-sebab dan proses-proses tersbut diserahkan  kepada Allah , baginya amalan dan harapan senantiasa diseratai  ketenangan hati , ketentraman jiwa, serta keyakinan mutlak bhwa apa yang dikehendaki  Allah swt pasti terjadi  dan apa yang tidak dikehenddaki-Nya tidak akan terjadi.
Sikap batin ini akan membuat kita selalu terhubung dengan Allah swt , mendorong kita untu selalu berbuat baik , selalu optimis, memiliki integritas /ajeg dalam bekrja , tidak kenal menyerah  atau putus asa , tahan terhadap ujian kegagalan dan mengantarkanya kepuncak tujuan.
b.      Profesional
Zaman modern menghadirkan diverifikasi dalam berbagai hal, semakin kompleksnya penunjang aspek kehiduan kita akan membuat semakin sulit diatasi setiap orang tanpa kerjasama atau bekerja berbagai peran dengan manusia lainya, otoritas politik, militer, budaya, keagamaan, ekonomi, kesehatan, pendidikan  terpolarisasi sesuai bidang kehalianya. Masing-masing  bidang menuntut pegusaan mendalam yang terkadang sulit  dipahami oleh orang-rang-orang yang bergerak  dibidang yang lain. Inilah zaman yang menuntut profesiaonalitas dan membuyarkan  patronase serta kekuasaan  kharismatik yang dulu sering kita dengar lewat sejarah.
Secara singkat profesiaonal merupakan sebuah kondisi berfikir, berpendirian bersikap dan kerja sungguh dengan disiplin , jujur dan penuh dedikasi  untk mencapai hasil dan maksimal. Sebagai term dunia modern profesionalisme memiliki dua karakteristik yaitu:
1)         Keharusan adanya pengetahuan dan keterampilan spesifik yag terspesialsasi  melalui pendidikan  di berbagai jenajang penddikan  dan keterampilan  latihan serta pengalaman kerja.
Salah satu ciri profesional dalam bekerja yaitu selalu menumbuhkan sifat disiplin. Singodimedjo (2002) mengatakan disiplin adalah sikap kesediaan dan kerelaan  sesorang untuk mematuhi dan mentaati nilai dan norma-norma peraturan disekitarnya. Dengan demikian ummat manusia hendaknya bisa menyesuaikan diri dalam melaksanankan pekerjaan  dimanapun berada dan tidak keluar jalur yang bisa merugikan dirinya ataupun orang lain.
Disiplin kerja dapat diihat sebagai sesuatu yang besar manfaatnya, dan akan menjamin tereliharanya tata tertib kelancaran pelaksanaan tugas , sehingga di peroleh hasil yang optimal. Ketidakdisiplinan dalam keja akan menjadi panutan orang lain, untu itu sangat sulit dalam lingkungan bekerja dalam menerapkan kedisiplinan. Dengan demikian disiplin sangatlah penting diterapkan di sebuah lembaga, pendidikan, ekonomi, industri dan lain-lain.
2)         Integritas moral dan budaya , sebagaimana telah ditekankan Al quran  14 abad yang silam contoh:
a.        Hendaknya bekerja sesuai dengan kemampuan/kapasitas (Qs. Al An’am135, Qs. Az Zumar:39, Qs. Hud: 93)
b.       bekerja dengan hasil yang terbaik ( Qs. Al Mulk: 2
c.       Bekerjalan sesuai bidang keahlian ( Qs. Al Israa:84, serta hadits Rasulullah SAW yang artinya “ Jika suatu urusan  diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah kehancurannya” ( HR. Bukhari) )
Jika kita mampu untuk profesioanal dengan melakssanakan urusan atau pekerjaan dengan sungguh-sunguh( seaik mungkin) maka Allah akan menyediakan untuk  kita jalan kesuksesan  sebagaimana firman Allah dalam Qs. Al Ankabut: 69
z`ƒÏ%©!$#ur (#rßyg»y_ $uZŠÏù öNåk¨]tƒÏöks]s9 $uZn=ç7ß 4 ¨bÎ)ur ©!$# yìyJs9 tûüÏZÅ¡ósßJø9$# ÇÏÒÈ
Artinya: Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.
c.       Berdaya Saing
Mengungkapkan kata bersaing Allah pun menjelaskan dalam firmanya yaitu “ Maka berlomba-lobalah (dalam membuat) kebaikan)[21], melihat dengan begitu banyak fenoena di dunia bahwa persaingan begitu jelas namun “ kejam” yang siap berkualitas dan mengeksplorasi keuntungan semampu yang bisa ia raih. Sedangkan mereka yang belum siap  dan tidak berkualias akan kehilangan daya saing dan tercecer memungut apapun yang disisakan pemenang, sehingga”  Menjadi babu di neger sendiri”   bukanlah hal yang mustahil, jika seluruh bidang produksi barang dan jasa telah lepas dari genggaman bangsa pribumi, karena kebebassan global membuka kesempatan kepada pendatang yang lebih berkualitas untuk berebut lahan ekonomi dan pekerjaan.
Dalam menyikap persaingan di zaman sekarang ini perlu adanya strategi-strategi yang dilakukan. Pemerintah sebagai kekuasaan dan sekaligus pembeli atau pemasok dan dapat mempengaruhi persaingan industri melalui kebijakan yang diberlakukanya.[22]
Sepintas kita lihat , China dan Jepang adalah sama-sama mengahsilkan beragam komoditas otmotif tapi produk Jepang lebih diminati(laku). Indonesia dan China sama menghasilkan garment, namun garment China menguassai 70% pasar di Indonesia. Indonesia sebagai pembeli atau pemasok kayu melalui pengawasan Forest Service atau sumber kayu dibagian barat Amerika Serikat, namun pemerintah ditentukan oleh faktor-faktor politik ketimbang oleh situasi ekonomi, dan ini barangkali  merupakan kenyataan hidup.
Memasuki era globalisasi ersaingan antar warga dunia semakin nyata dan terbuka bagi mereka yang memiliki kualitas  SDM ini adalah kesempatan , namun bagi yang tidak siap di era bencana , karena posisi dan peran mereka akan terancam dan tergantikan bahkan bisa muncul “ penjajahan yang legal  saat peran-peran penting dan strategis mereka diambilalih orang asing di negerinya sendiri.
Agar tidak diambilalih oleh orang asing, tentu ummat Islam sebagai khalifah harus bisa berhubungan ataupun kerjasama barang dan jasa, SDM yang bisa mengeluarkan produktivitas secara efisiensi. Mengenai produktivitas ini akan mengakibatkan suatu daya saing  diberbagai sektor bidang.[23]Peningkatan kemampuanlah yang merupakan strategi yang diarahkan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan sikap tanggap dalam rangka peningkatan disetiap bidang. Kompetensi yang harus dikuasai oleh SDM perlu dinyatakan sedemikian rupa agar dapat dinilai, sebagai wujud hasil pelaksanaan tugas yang mengacu pada pengalaman langsung.



BAB IV
PENUTUP
1.      Kesimpulan 
Sebagai khalifah fil ardhi manusia memiliki kemuliaan sekaligus tanggung jawab, semakin ia mampu mengemban amanat maka semakin tinggi  kemulian dan demikian pula sebaliknya.
Kewajiban utamanya adalh beriman kepada Allah swt dan mewujudkan buki keimananya dengan melakukan apa yang dieprintahkan dan menjauhi apa yang dilarang-Nya. Sebagai khalifah di muka bumi maka manusia harus mampu memelihara dan memakmurkan bumi. Yang tidak mungkin terwujud kecuali manusia mau dan mampu bekerja. Dengan potensi yang Allah swt anugerahkan maka manusia harus bekerja dalam aturan yang digariskan-Nya. Al-qur’an dan petunjuk hadits sebagai pedoman moral kita termasuk dalam hal bekerja dengan tegas dan jelas menuntut kerja yang terbaik, agar terwujud kesejahteraan makhluk dibumi, karena Islam hakikatnya rahmatan lil ‘alamin.
Sejarah telah mencatat dengan tinta emas bagaimana agama ini menjadikan kaum muslmin sebagai pengusaha dunia, bukan hanya secara militer tetapi di berbagai segi kehidupan, baik dibidang sosial, ekonomi, kesehatan, seni maupun pendidikan. Lalu tenggelam dalam kejumudan disaat bangsa Eropa sedang semangat belajar dari kemajuan ummat Islam.
Sebagai ummat Islam, kejayaan  di masa silam sangat mungkin untuk diulang asal semangat dan kinerja kita mampu mengahdirkan syarat-sayart kejayaan pendahulu kita. Profesioanl dan ikhlas bukanlah suatu yang berlawanan, dalam konsep ibadah tujuan meraih ridha Allah SWT (keikhlasa) haruslah dilakukan dengan upaya sebaik mungkin (profsional) dan dalam persaingan global ukuran konkritnya adalah kemampuan untk mengatasi yang lain, inilah daya saing, yang insya Allah akan mengantarkan pemiliknya menjadi pemenang, semoga.




[1]  Said Aqil Siradj  , Islam Kalap dan Islam Karib Daulat Press (Jakarta,2014) hal.13
[2] W. Montgmery Watt, Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis. Tiara Wacana ( Yogyakarta, 1990 hal. 10
[3] Toto Tasmara, Etos Kerja Pribadi Muslim, PT. Dana Bhakti Wakaf (Yogyakarta, 1995) hal. vii
[4] Alquran Qs. Al Ankabut: 69
[5]  Nurcholis Madjid, Kehampaan Spiritual Masyarkat Modern, Penerbit MEDIACITA ( Jakarta, 2002 ) Cet ke-7 hal. 183
[6] Nurcholis Madjid, Op. Cit hal.  470
[7]M. Suyanto, MUHAMMAD Business Strategy & Ethics Penerbit ANDI ( Yogyakarta, 2008) hal.184-199
[8] Ahmad Makki, Terjemah Tafsir Al Qur’anil Adzhim Bi Jalaludin Al Mahali wa Jalaludin As Suyuthi Babakan Tifar Cibadak( Sukabumi,tt) hal.23-24
[9] Adnan Harahap,  Islam dan Masa Depan Ummat  Zikrul  Hakim ( Jakarta, 2004) hal. 70
[10] Ibid,  hal. 71
[11] Tata Sukayat, Kapita Selekta Syarhil Qur’an, Corps Mubaligh Muda ( CMM) Fakultas Dakwah IAIN Sunan Gunung Djati Bandung ( Bandung, 2001) hal. 59
[12] Nurcholis Madjid et. al, Kehampaan Spritual Masyarakat Modern. Respon Terhadap Transformasi Nilai-nilai Islam menuju Masyarakat Madani MEDIACITA( (Jakarta, 2002) hal. 389-395
[13] Michael E. Porter, Competitive Strategi, alih bahasa Agus Maulana, Strategi Bersaing, Penerbit  Erlangga (Jakarta, tt ) hal 241
[14] Ahmad Makki, terjemah Tafsir Al Qur’anil Adzhim Bi Jalaludin Al Mahali wa Jalaludin As Suyuthi Babakan Tifar Cibadak( Sukabumi,tt) hal.23-24
[15] Ahmad Sanusi , Tafsir raudhatul Irfan Fi ma’rifatil Qur’an, Gunung Puyuh ( Sukabumi, tt) Jilid 1 hal-7-9
[16] Toto Tasmara, Etos Kerja Pribadi Muslim, PT. Dana Bhakti Wakaf (Yogyakarta, 1995) hal. 15-16
[17] M. Quraish Shihab dkk Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosakata Lentera Hati ( Jakarta, 2007) hal.21-22
[18] Toto Tasmara, Etos Kerja Pribadi Muslim, PT. Dana Bhakti Wakaf (Yogyakarta, 1995) hal. 2
[19] Ahmad Syafii Ma’arif Membumikan Islam, Pustaka Pelajar  (Yogyakarta, 1995) hal. 10
[20] Toto Tasmara, Etos Kerja Pribadi Muslim, PT. Dana Bhakti Wakaf (Yogyakarta, 1995) hal. 6-8

[21]  Teks Aya Alqur’an Qs. Al Baqarah: 148
9e@ä3Ï9ur îpygô_Ír uqèd $pkŽÏj9uqãB ( (#qà)Î7tFó$$sù ÏNºuŽöyø9$# 4 tûøïr& $tB (#qçRqä3s? ÏNù'tƒ ãNä3Î/ ª!$# $·èŠÏJy_ 4 ¨bÎ) ©!$# 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« ֍ƒÏs% ÇÊÍÑÈ
[22] Michael E. Porter, Competitive Strategi, alih bahasa Agus Maulana, Strategi Bersaing, Penerbit  Erlangga (Jakarta, tt ) hal 26
[23] H. Edy Sutrisno, Manajemen Sumber Daya Manusia. Kencana Prenada Group ( Jakarta, 2009) hal. 99

Back To Top